Pemerintah tengah menyusun aturan mengenai pajak untuk perusahaan batu bara yang akan berakhir masa operasionalnya. Aturan ini diperlukan karena pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) akan berubah menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) setelah masa operasionalnya habis.
Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot Ariyono mengatakan aturan ini sampai saat ini masih dikaji. “Iya nanti (ada aturan baru),” kata dia di Jakarta, Selasa (13/11).
Seperti diketahui, saat ini ada sekitar lima pemegang PKP2B yang masa operasionalnya berakhir dalam lima tahun terakhir. Mereka adalah PT Tanito Harum tahun 2019, PT Arutmin tahun 2020, PT Kaltim Prima Coal tahun 2021, PT Adaro Energy Tbk tahun 2022, PT Kideco Jaya Agung tahun 2023.
Untuk memutuskan nasib kelima wilayah tambang itu, Kementerian ESDM juga menyiapkan aturan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2017. Dalam aturan itu, bisa mengajukan perpanjangan paling cepat lima tahun dan paling lambat satu tahun sebelum kontrak berakhir.
Menurut Bambang, wilayah tambang itu tidak akan ditawarkan ke Badan Usaha Milik Negara (BUMN) jika ada perpanjangan. “Kalau terminasi baru ditawarkan,” ujar dia.
Sementara itu, menurut Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batu Bara Indonesia (APBI) Hendra Sinadia, aturan baru itu penting untuk dasar hukum bagi pemegang PKP2B yang berakhir kontraknya. Apalagi, mereka akan dikonversi menjadi IUPK. Jadi, perlu kejelasan mengenai pajak. “Saya tidak mau terlalu jauh karena saya belum tau draf,” kata dia kepada Katadata.co.id, Sealasa (13/11).
Jika menjadi IUPK, berarti sifat pajak menjadi prevailing yang berarti mengikuti aturan yang ada saat ini. Jika mengikuti Peraturan Pemerintah Nomor 37 tahun 2018, Pajak Penghasilan (PPh) Badan IUPK mineral dipatok sebesar 25%. Lalu, pemerintah daerah akan mendapatkan 6% dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Dari 6% itu, perinciannya, pemerintah provinsi sebesar 1%, pemerintah kabupaten atau kota 2,5%, sedangkan pemerintah kabupaten lainnya dalam provinsi yang sama 2,5%.
Saat ini, sesuai yang tertuang dalam kontrak, perusahaan pemilik PKP2B harus membayar PPh Badan sebesar 45%. Lalu Dana Hasil Produksi Batu Bara sebesar 13,5%, seperti diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 129/KMK.017/1997.
(Baca: Aturan akan Diubah, KPC dan Adaro Bisa Segera Ajukan Perpanjangan Izin)
Menurut dosen Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi, aturan baru tersebut bisa memberikan kepastian investasi. Apalagi, investasi di bidang minerba membutukan dana dalam jumlah besar. “Tidak hanya memberikan kepastian usaha bagi investor dan pengenaan tarif pajak yang lebih adil, tetapi juga meningkatkan penerimaan negara dari pajak, sekaligus menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif,” ujar dia.