Pembahasan revisi Undang-undang minyak dan gas bumi (UU migas) hingga kini terhenti di Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Penyusunan UU Migas ini terus tertunda dan tak pernah selesai meski masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) sejak 2011.

Wakil Komisi VII DPR Ridwan Hisjam mengatakan harmonisasi draf RUU Migas di badan legislasi (Baleg) sudah selesai. Setelah harmonisasi, draf itu diserahkan ke Komisi VII untuk dibahas bersama pemerintah.

Komisi VII pun sudah mengundang sejumlah menteri untuk membahas UU Migas yang baru tersebut. Undangan tersebut dikirimkan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM); Menteri Perindustrian dan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) bulan lalu.

Namun, pihak pemerintah tak bisa menghadiri undangan tersebut. Menurut Ridwan, alasan pemerintah belum bisa hadir karena ada musibah gempa di Palu, Sulawesi Tengah.

Penyebab lainnya, pemerintah belum bisa memenuhi undangan itu karena sibuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan kabinet. Apalagi tahun depan menjadi masa akhir kabinet kerja Jokowi-JK setelah memimpin sejak 2014 lalu.

Ketika dikonfirmasi Katadata.co.id, pihak Kementerian ESDM belum menanggapi hal tersebut. Hingga berita diturunkan, pesan yang disampaikan ke Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Ego Syahrial belum dibalas.  

Ridwan mengatakan Komisi VII akan memanggil lagi pemerintah untuk mengikuti pembahasan RUU Migas pada masa sidang kedua periode 2018-2019 yang dimulai pertengahan November mendatang. "Masa sidang kedua itu November pertengahan sampai Desember. Hanya tiga minggu itu. Jadi saya pikir akan sulit untuk selesai sampai menjadi UU," kata dia.

Menurut Ridwan, RUU Migas akan cepat selesai apabila pemerintah juga ikut andil membahas RUU tersebut bersama-sama DPR. Apalagi UU ini ditunggu-tunggu oleh pelaku usaha Migas.

"Kalau pemerintah memang membutuhkan UU ini harus dipercepat karena banyak hal hal yang perlu dijalankan sehingga memberikan perlindungan hukum kepada pelaku migas. Bisa saja dipercepat, DPR siap saja," kata dia.

Untuk membahas draf tersebut, pemerintah harus menyusun Daftar Isian Masalah (DIM) terkait RUU Migas. DIM tersebut penting untuk mengetahui masukan-masukan dari pemerintah terkait draf RUU Migas yang diinisiasi oleh DPR itu.

Menuut Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Berly Martawardaya UU Migas ini perlu segera diselesaikan untuk mendongkrak investasi.  "Perlu kepastian dan kejelasan. UU migas sudah bolong-bolong dan banyak dibatalkan Mahkamah Konstitusi, perlu UU Migas baru," kata Berly kepada Katadata.co.id, Kamis (25/10).

Investasi migas turun sejak periode 2014 hingga 2017. Tahun 2014, investasinya bisa mencapai US$ 21,7 miliar, tahun 2015 sebesar US$ 17,9 miliar, tahun 2016 sebesar US$ 12,7 miliar dan 2017 mencapai US$ 11 miliar. Sementara itu, hingga kuartal III tahun 2018, investasi migas hanya US$ 8 miliar.

BUK Migas Masih Jadi Pembahasan

Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Totok Daryanto mengatakan draf UU Migas sebenarnya sudah diharmonisasi dan disepakati 10 fraksi. Akan tetapi, masih ada kendala dalam posisi Badan Usaha Khusus (BUK) Migas antara Komisi VII dan VI.

Keberadaan BUK Migas dinilai bertabrakan dengan RUU BUMN yang tengah digodok Komisi VI DPR. " Jadi, terserah komisi VII, tugas baleg sudah selesai harmonisasi,” kata Totok, Kamis (25//10).

Ridwan tidak menampik bahwa BUK Migas masih menjadi pembahasan dalam RUU Migas. Namun, BUK Migas ini sebenarnya tidak sama dengan BUMN yang ada saat ini, karena sifatnya yang khusus. Hanya, prinsip-prinsip di BUK Migas tidak jauh berbeda dengan BUMN.

Salah satu yang membedakan BUK Migas dengan BUMN adalah mengenai pemilihan perangkat yang memimpin BUK Migas. Untuk perusahaan BUMN, direktur utama dipilih oleh pemerintah dalam hal ini Menteri BUMN. Di sisi lain, untuk pimpinan BUK Migas dibentuk oleh presiden setelah mendapat persetujuan DPR.

(Baca: Sembilan Poin Penting yang Disepakati Badan Legislasi dalam RUU Migas)

Jadi, meski BUK Migas sudah disepakati pada harmonisasi di Baleg, itu bisa berubah seiring pembahasan. "Nanti kami lihat partai masing-masing bagaimana sikapnya. Kecederungan teman-teman Komisi VII mengarah ke BUK Migas," kata dia.