Produksi batu bara PT Adaro Energy Tbk selama kuartal III tahun 2018 memang mengalami peningkatan. Namun, jika dihitung secara total dalam sembilan bulan sejak awal Januari, produksi batu bara Adaro menurun dari tahun lalu.
Secara total produksi batu bara Adaro Energy sejak awal Januari hingga akhir September 2018 mencapai 38,98 metrik ton (Mt). Angka ini lebih rendah dari periode yang sama tahun lalu sebesar 39,36 Mt.
Jika dirinci, selama sembilan bulan itu, produksi batu bara Adaro Energy disokong oleh beberapa anak usahanya. Di antaranya, PT Adaro Indonesia sebesar 34,70 Mt atau 4% lebih rendah daripada periode yang sama tahun lalu. Lalu ada dari Balangan Coal Companies sebesar 3,42 Mt, atau naik dari 2,37 Mt dari tahun lalu. Kemudian, Adaro Metcoal Companies 0,8 Mt atau naik 27% dari tahun lalu.
Adapun, jika hanya melihat kuartal III tahun 2018, produksi batu bara Adaro meningkat 5% dari tahun lalu dan 14% dari kuartal sebelumnya. Selama kuartal III-2018, total produksi Adaro Energy 14,93 Mt. Jumlah itu disumbang dari PT Adaro Indoensia (AI) 13,44 mt, Balangan Companies 1,24 Mt dan Adaro Met Coal Companies (AMC) 0,24 Mt.
Pengingkatan produksi disebabkan oleh faktor cuaca. "Musim kering lebih mendukung aktivitas pengupasan lapisan penutup," dikutip dari laporan yang dipublikasikan, Jumat (26/10).
Sementara itu, penjualan pada kuartal III-2018 juga meningkat 9% mencapai 15,47 Mt. Jadi, secara total penjualan sampai bulan September 3,27 Mt.
Penjualan sembilan bulan itu, paling banyak ke pasar Asia Tenggara termasuk Indonesia sebesar 38%. Untuk pasar di Asia Tenggara 90% penjualannya berasal dari Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Kemudian, penjualan ke Asia Timur sebesar 31%. Lalu ke India dan Tiongkok masing-masing memiliki porsi 13 persen. Sedangkan, 5% penjualan ke negara lainnya, seperti Spanyol, Belanda, Yunani, Amerika Serikat, Selandia Baru, dan Pakistan.
Peningkatan penjualan itu disebabkan oleh permintaan terhadap batu bara negara Jerman dan Spanyol. Permintaan ini meningkat karena harga gas melambung, sehingga membeli batu bara lebih menguntungkan bagi perusahaan listrik.
Adapun, pengetatan impor dari Tiongkok juga belum berpengaruh. Menurut data Wood Mackenzie, impor batu bara di Tiongkok hingga September justru meningkat naik 15 persen dari tahun lalu. Penyebabnya adalah meningkatan konsumsi listrik akibat pertumbuhan industri yang tinggi.
(Baca: Adaro Tak Naikkan Produksi meski Harga Batu Bara Meningkat)
Sedangkan, di India impor batu bara tetap tinggi pada kuartal ini karena negara tersebut kekurangan pasokan. Padahal, produsen lokal sudah berupaya memasoknya.