Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) akhirnya mendapatkan keringanan pajak atas penjualan minyak mentah ke PT Pertamina (Persero). Ini seiring dengan adanya revisi Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 5 tahun 2014 tentang bentuk dan isi surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan bagi wajib pajak yang melakukan kegiatan di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi (migas).
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar mengatakan revisi itu agar tidak ada lagi ganjalan dalam penjualan minyak ke Pertamina. “Update-nya adalah Peraturan Direktur Jenderal Pajak direvisi," kata dia di Jakarta, Selasa (9/10).
Informasi yang diperoleh Katadata.co.id, ada beberapa perubahan dalam aturan itu. Pertama, pajak atas premium atau demium yang timbul akibat penjualan minyak KKKS ke Pertamina akan dikenakan mekanisme pajak umum.
Premium adalah selisih positif harga jual minyak KKKS ke Pertamina yang minus ICP (KKKS ada keuntungan). Demium adalah selisih negatif harga jual ke Pertamina minus ICP (KKKS ada kerugian).
Jadi, kontraktor hanya dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) badan pasal 17 Undang-undang Nomor 36 tahun 2008. Besarannya 25% dari penghasilan kena pajaknya. Selama ini pajak yang timbul atas penjualan langsung minyak KKKS ke Pertamina dikenakan tarif sesuai kontrak PSC yang diteken, yakni 44%.
Namun, jika kontraktor menyetor labanya ke luar negeri akan ada pajak lagi, yaitu pajak penghasilan atas laba, setelah pajak (Branch Profit Tax) sebesar 20%. Alhasil, total tarif efektif pajak yang harus dibayar KKKS sebesar 40%.
Selain itu, transaksi dari penjualan minyak KKKS ke Pertamina menghasilkan premium atau untung, dikenai Pajak Penghasilan pasal 17. Sebaliknya, apabila transaksinya ternyata demium atau rugi akibat penjualan minyak itu, maka akan mengurangi pajak yang dibayar KKKS, artinya KKKS tidak dibebankan pajak.
Adapun, formula penghitungan Pph 17 itu mengacu harga jual minyak KKKS ke Pertamina yang dilakukan secara kelaziman bisnis. Kemudian dikurangi harga minyak Indonesia bulanan yang dikeluarkan pemerintah untuk menghitung bagi hasil minyak KKKS.
(Baca: Penjualan Minyak Kontraktor ke Pertamina Terganjal Branch Profit Tax)
Nantinya DJP akan mengatur lebih lanjut pembayaran PPh badan tersebut. Ada dua opsi, yakni memakai skema pembayaran pajak penghasilan secara angsuran yakni PPh pasal 25 atau, memakai pelaporan pajak di akhir tahun atau sering disebut PPh pasal 29, yakni KKKS melunasi kurang bayar pajaknya di akhir tahun pada Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan pajak.
Di sisi lain, KKKS meminta mendapat keringanan dari Menteri Keuangan seperti pembebasan pajak (tax holiday), pengurangan pajak (tax allowance), dan discount rate. Alasan karena adanya pengenaan PPh atas premium atau keuntungan yang diperoleh KKKS yang berkurang akibat pajak. Namun hal ini masih dalam tahap diskusi.