Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) mengaku belum merestui perubahan desain pipa gas yang akan dibangun PT Bakrie and Brothers di Kalimantan. Ini menindaklanjuti langkah Bakrie untuk mengubah desain proyek yang dulunya bernama Kalimantan Jawa 2 (Kalija) menjadi pipa Trans Kalimantan.
Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogio mengatakan pihaknya meminta kepada Bakrie untuk menghitung ulang proyek. Tujuannya agar proyek ekonomis dan masuk akal.
"Silakan Bakrie membuat beberapa simulasi. Nanti kalau simulasi dari sisi teknis, ekonomis, finansial cocok, kami bicarakan dan putuskan," kata Jugi di Jakarta, Senin (8/10).
Sejauh ini Bakrie baru menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait proyek pipa Kalimantan itu dengan pemangku kepentingan terkait pada bulan lalu. Artinya, Bakrie baru memetakan rencana proyek yang akan dibangun, mulai dari bentuk, kemampuan serap daerah, pasokan, keekonomian, legal, dan lahan.
Dari FGD itu, ada beberapa opsi yang muncul terkait lokasi pembangunan pipa di Kalimantan itu. Salah satunya Bakrie akan membangun pipa dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Selatan.
Namun untuk mematangkan opsi pembangunan pipa itu, Jugi meminta Bakrie memastikan dari segi pasar yang akan menyerap gas, dan juga dukungan daerah agar proyek bisa berjalan. "Kami harus menggodok proyek ini dari segi kelayakan. Kalau enggak layak tidak akan kami putuskan," kata dia.
Untuk tahap awal, rencananya pipa gas Trans Kalimantan ini akan dibangun dari Bontang, Kalimantan Timur ke Takisung, Kalimantan Selatan. Jaraknya kurang lebih 250 kilometer (km).
Pipa gas ini akan melewati tujuh kabupaten di Kalimantan Selatan. Tujuh kabupaten itu yakni Balangan, Hulu Sungai Tengah, Hulu Sungai Selatan, Tapin, Banjar, Banjarbaru, dan Tanah Laut.
Nantinya gas ini dapat didistribuksikan dari Kalimantan Selatan, ke daerah lainnya. Sehingga dapat dimanfaatkan di berbagai sektor. Salah satunya untuk Proyek Strategis Nasional (PSN) yakni, industri Batu Licin dan Jorong, yang kemungkinan membutuhkan gas yang lebih banyak.
Setelah itu akan dibangun dari Bontang ke Banjarmasin sepanjang 52 km. Lalu ruas Natuna D Alpha ke Pontianak dengan panjang 487 km. Kemudian Pontianak ke Palangkaraya 1,018 km. Adapun, Palangkaraya ke Banjarmasin 192 km.
Pertimbangan skema itu dijalankan karena kebutuhan gas di Pulau Kalimantan cukup besar. Kebutuhan gas di Kalimantan Utara 176 MMScfd, Kalimantan Timur 212 MMScfd, Kalimantan Selatan 137 MMScfd, Kalimantan Tengah 57 MMScfd, Kalimantan Barat 149 MMCsfd, dan Pulau Natuna 49,083 BSCFD.
Ada dua sumber gas yang bisa menjadi opsi. Pertama, berasal dari Lapangan Merakes yang proposal pengembangannya sudah disetujui dengan potensi gas 400 MMscfd. Ada juga dari West Badik yang memiliki gas 60 mmscfd.
Untuk transportasinya nanti bisa menggunakan gas alam cair (Liquefied Natural Gas/LNG) yang diangkut dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Selatan. Setelah di Kalimantan Selatan menggunakan pipa gas yang akan didistribusikan ke daerah lainnya. Opsi lainnya menggunakan pipa dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Selatan.
Ada beberapa badan usaha yang bisa menjadi pengangkut gas tersebut. "Di FGD Kalimantan Selatan, Bakrie sudah bertemu VP Pertagas Niaga, mungkin sedang penjajakan," kata Jugi.
(Baca: BPH Migas Minta Bakrie Bangun Pipa Gas di Kalimantan Tahun Ini)
Director COO (Chief Operating Officer) Bakrie Indo Infrastructure AD Erlangga menargetkan dalam waktu dekat sudah melakukan studi kelayakan. Perizinan pembangunan proyek akan disiapkan Oktober atau awal November.
Setelah itu sosialisasi dengan pemerintah daerah. Tahap selanjutnya menyusun dokumen Analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Selanjutnya mempersiapkan dokumen teknis proyek.
PT Bakrie & Brothers menargetkan proyek pembangunan proyek pipa gas Trans Kalimantan tahap pertama selesai pada pertengahan 2022. "Ini milestone pembangunan kurang lebih 42 bulan. Maka gas in pertama medio 2022 dengan catatan dibangun bertahap," Erlangga.