Harga Minyak Indonesia (Indonesian Crude Price/ICP) periode September 2018 naik sekitar 7,9% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini capaian tertinggi selama sembilan bulan terakhir.

ICP September 2018 mencapai US$ 74,88 per barel. Padahal, periode Agustus hanya US$ 69,36 per barel. "Peningkatan ICP ini sejalan dengan perkembangan harga minyak mentah dunia di pasar internasional," mengutip situs migas Kementerian ESDM, Rabu (3/10).

Jika dirinci sejak awal tahun, ICP Januari hanya US$ 65,59 per barel. Kemudian, Februari us$ 61,61 per barel. Naik lagi bulan Maret menjadi US$ 61,87 per barel. Terus naik jadi US$ 67,43 di April 2018. Periode Mei mencapai US$ 72,46 per barel. Juni mencapai US$ 70,36 per barel dan Juli US$ 70,68 per barel.

Tak hanya ICP, harga jenis minyak Minas (Sumatran Light Crude/SLC) periode September 2018 juga naik menjadi US$ 75,38 per barel. Bulan sebelumnya hanya US$ 70,02 per barel pada Agustus lalu.

Harga minyak jenis Dated Brent di pasar global untuk September 2018 juga naik menjadi US$ 78,85 per barel, dari sebelumnya US$ 72,62 per barel. Harga minyak jenis WTI (Nymex) untuk September naik menjadi US$ 70,08 per barel. Sebelumnya, harganya US$ 67,85 per barel pada Agustus 2018.

Tidak hanya itu minyak Basket OPEC naik dari 72,26 per barel menjadi US$ 76,95 per barel. Adapun minyak Brent (ICE) juga naik di bulan September menjadi US$ 79,11 per barel, dari posisi Agustus yang hanya sebesar US$ 73,84 per barel.

Faktor pertama penyebab naiknya harga adalah peningkatan proyeksi permintaan. Mengacu publikasi International Energy Agency (IEA) September 2018, peningkatan proyeksi permintaan minyak dunia pada kuartal III 2018 sebesar 200 ribu barel per hari (bph), sehingga menjadi 99,8 juta bph.

Di sisi lain, ada penurunan produksi dari negara-negara negara-negara pengekspor minyak yang tidak tergabung dalam OPEC sebesar 340 ribu bph dibandingkan bulan sebelumnya. Dengan demikian penurunan produksinya menjadi 60,41 juta bph.

Publikasi OPEC September 2018, juga melihat ada penurunan proyeksi suplai minyak dari negara-negara Non-OPEC pada kuartal III 2018 sebesar 30 ribu bph dibandingkan publikasi bulan sebelumnya. Jadi, proyeksi pasokan minyak negara nonOPEC menjadi 59,64 juta bph.

Faktor lainnya adalah penurunan cadangan minyak mentah komersial Amerika Serikat. Data Energy Information Administration (EIA), cadangan minyak mentah komersial Amerika Serikat September 2018 lebih rendah 5,5 juta barel dibandingkan dengan stok pada bulan Agustus 2018, sehingga menjadi 396 juta barel.

EIA juga mencatat proyeksi penurunan persediaan minyak dunia pada tahun 2018. Penurunannya sebesar 0,4 juta barel per hari dibandingkan tahun 2017.

Penurunan permintaan minyak Iran jelang penerapan sanksi dari Amerika Serikat juga ikut meningkatkan harga. Produksi Iran pada Agustus 2018 turun sebesar 150 ribu bph menjadi 3,63 juta bph. Ini menjadi posisi produksi Iran terendah sejak Juli 2016.

Tak hanya di Iran, penurunan produksi minyak Venezuela menjadi setengah dari produksi pada tahun 2016 jadi penyebab. Bahkan Venezuela diperkirakan akan mengalami penurunan produksi lebih lanjut akibat indikasi penerapan sanksi tambahan dari AS. Lalu ada faktor melemahnya mata uang dollar AS terhadap beberapa mata uang utama dunia lainnya.

Untuk kawasan Asia Pasifik, peningkatan harga minyak mentah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, jika mengacu publikasi OPEC September 2018, terdapat peningkatan proyeksi pertumbuhan ekonomi India tahun 2018 sebesar 0,3% menjadi 7,6%, meningkat dibandingkan proyeksi sebelumnya.

Kedua, adanya perrtumbuhan permintaan bahan bakar penerbangan atau jet fuel di India dan Tiongkok yang diakibatkan oleh peningkatan jumlah penumpang pesawat domestik secara signifikan. Ketiga, melonjaknya impor minyak mentah Tiongkok sebesar 500 ribu bph yang dipengaruhi peningkatan impor oleh kilang swasta Tiongkok.