Kebijakan menjual minyak bagian kontraktor ke PT Pertamina (Persero) hingga kini belum bisa berjalan mulus. Masih ada beberapa kendala lapangan. Salah satunya mengenai pajak.
Menurut Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan salah satu yang terkendala pajak adalah Chevron Indonesia. “Chevron minta klarifikasi dengan pajaknya,” kata dia di Kementerian ESDM, Rabu (19/9).
Namun, Kementerian ESDM dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) sudah bertemu dengan Direktur Jenderal Pajak Robert Pakpahan membahas masalah itu. Dalam pertemuan tersebut Direktur Jenderal Pajak berjanji akan mempelajarinya.
Setelah dapat respons dari Direktur Pajak, Kementerian ESDM akan menyampaikannya kepada Chevron. “Direktur Jenderal Pajak janji akan mempelajari untuk ketentuan pajak,” ujar Djoko.
Menurut Djoko, masalah pajak ini khusus terjadi di Chevron. Sedangkan kontraktor lain, sudah tidak ada masalah. Bahkan Energi Mega Persada dan Premier Oil sudah sepakat dan kargo minyak berikutnya sudah bisa dijual ke Pertamina. Energi Mega Persada menjual minyaknya dengan formula harga minyak Indonesia ditambah US$ 2 per barel
Chevron menjadi fokus pemerintah karena potensinya besar. Sedangkan kontraktor lain bisa negosiasi bisnis biasa (business to business/b to b).
Hingga semester I tahun 2018, jatah minyak PT Chevron Pacific Indonesia yang diekspor 91,9 ribu barel per hari (bph). Itu potensi untuk diserap Pertamina.
Sementara itu, pihak Chevron belum berkomentar mengenai permasalahan pajak tersebut. Hingga berita diturunkan, Senior Vice President Policy, Government and Public Affairs Chevron Indonesia, Yanto Sianipar belum merespons pesan yang disampaikan kepadanya.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Humas Direktorat Jenderal pajak Hestu Yoga Saksama pernah mengatakan kontraktor dan Pertamina sebenarnya tidak dikenakan pajak atas transaksi tersebut. Ini mengacu Peraturan Menteri Keuangan Nomor 34 tahun 2017. Dalam aturan tersebut, terutama pasal 3 memang tertuang mengenai pengecualian pemungutan Pajak Penghasilan.
(Baca: Ditjen Pajak Pastikan Penjualan Minyak ke Pertamina Bebas Pajak)
Djoko mengatakan semua minyak jatah kontraktor bisa diolah di kilang minyak Pertamina. Ini karena minyak bagian negara 100% juga dikelola dalam negeri.
“Minyak kontraktor tidak bisa diolah dikilang dalam negeri itu bohong dan tidak bener. Logikanya sederhana, dari sumur yang sama, bagian negara bisa kok dikelola di dalam negeri,” ujar dia.