PT Pertamina (Persero) melalui anak usahanya PT Pertamina Hulu Energi (PHE) resmi mengelola Blok Southeast Sumatra (SES) terhitung sejak 00.00 Kamis (6/9). Dengan alih kelola itu, produksi minyak dan gas bumi (migas) Pertamina berpotensi meningkat.

Nantinya, Wilayah Kerja (WK) SES akan dioperasikan PHE Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES). Sebelumnya, blok ini dikelola perusahaan asal Tiongkok, CNOOC SES Ltd.

Seremoni alih kelola dilakukan di Pulau Pabelokan, Kab. Kepulauan Seribu yang menjadi salah satu lokasi penting dalam operasi lepas pantai di WK SES. Acara tersebut dihadiri oleh Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan Samsu, PTH Direktur Utama PHE Huddie Dewanto, dan Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi.

Seremoni alih kelola ditandai dengan pemakaian atribut Pertamina oleh pekerja.  Selain itu ada penyerahan dokumen alih kelola kepada PHE OSES.

Direktur Hulu Pertamina Dharmawan Samsu berharap alih kelola itu bisa mendukung ketahanan energi. “WK SES memiliki nilai strategis dalam industri migas di tanah air dalam mendukung pencapaian target produksi nasional untuk mencapai ketahanan energi nasional,” ujar dia berdasarkan keterangan resminya, dikutip Kamis (6/9).

Hingga Agustus 2018, produksi minyak dan gas bumi WK SES sebesar 31.120 barel per hari (bph). Adapun produksi gasnya mencapai 137,5 juta standard kaki kubik per hari (mmscfd).

Hasil produksi gas lapangan SES digunakan untuk pembangkit listrik milik PLN di Cilegon. Sedangkan produksi minyak dari WK SES sebelum alih kelola diekspor seluruhnya. Namun, setelah alih kelola oleh PHE OSES, seluruh produksi minyak akan diproses sepenuhnya di kilang-kilang Pertamina untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar dalam negeri.

Untuk memastikan kelancaran alih kelola pasca-terminasi, Pertamina melalui anak usahanya, PHE telah melakukan kajian operasi dan keselamatan kerja (Quality, Health, Safety, Security & Environment/QHSSE). “WK SES merupakan lapangan yang telah mature, sehingga berbagai kajian terkait QHSSE penting agar PHE bisa mengimplementasikan operational excellence di lapangan SES,” ujar PTH Direktur Utama PHE, Huddie Dewanto.

Wilayah Kerja SES merupakan salah satu pionir dalam kontrak bagi hasil (PSC) lepas pantai di Indonesia. Kontrak bagi hasil WK SES ditandatangani pertama kali 6 September 1968. Selama beroperasi, WK SES pernah mengalami masa puncak produksi pada Juli 1991 dengan produksi harian sebesar 244.340 bph.

Pada 20 April 2018, Pertamina mendapatkan  penugasan pemerintah untuk mengelola delapan wilayah kerja yang habis masa kontraknya di tahun 2018. Salah satunya WK SES. Pertamina mendapatkan 100% hak kelola di delapan blok tersebut,

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi berharap dengan sistem kontrak kerja sama gross split, PHE OSES dapat berproduksi dengan lebih efektif dan efisien. “Komitmen pasti tiga tahun WK SES yang mencapai US$130 juta, baik untuk kegiatan eksploitasi maupun eksplorasi, diharapkan dapat menambah cadangan terbukti juga meningkatkan produksi,” ujar dia. 

(Baca: Skema Gross Split Jadi Penyebab CNOOC Mundur di Blok Southeast Sumatra

Dalam empat tahun terakhir, tercatat produksi di WK SES stabil dan cenderung menurun di kisaran 31 ribu bph karena adanya faktor alamiah yakni umur sumur yang tua. Berikut perinciannya:  

Produksi20142015201620172018*
Oil (BPH)33.08833.09131.95931.58631.120
Gas (MMSCFD)116,46111,80132,84120,08137,5

*)Ytd Agustus 2018

Menghadapi tantangan tersebut, PHE OSES telah menyiapkan sejumlah rencana kerja untuk menahan laju penurunan alamiah di lapangan SES melalui komitmen tiga tahun. Di antaranya adalah Studi Geology, Geophysics, Reservoir and Production (GGRP), studi Enhanced Oil Recovery (EOR), Seismik, workover dan well servicesfield reactivation, pemboran infill, serta perawatan, inspeksi dan sertifikasi kehandalan fasilitas.

Dalam kontrak baru ini, kontraktor dalam hal ini PHE mendapatkan bagi hasil sebesar 68,5% untuk produksi minyak dan 73,5% gas bumi. Bagian split tersebut telah memperhitungkan base dan variable split berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No. 52 tahun 2017.