Biaya Pokok Penyediaan PLN Terancam Naik Akibat Melemahnya Rupiah

Katadata | Arief Kamaludin
20/8/2018, 18.56 WIB

Biaya Pokok Penyediaan (BPP) Pembangkitan dari PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) terancam naik. Salah satu penyebabnya adalah melemahnya nilai tukar Rupiah (Rp) terhadap dolar Amerika Serikat (US$).

Direktur Keuangan PLN Sarwono Sudarto mengatakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (kurs) mau tidak mau akan berpengaruh terhadap biaya pokok penyediaan pembangkitan. “Pasti akan ada kenaikan juga,” kata dia di Jakarta, Senin (20/8).

Sarwono belum mau menyebut persentase kenaikan tersebut. Adapun BPP tahun 2017 ini mencapai Rp 1.205 per kilowatt hours (kWh). Angka itu meningkat dari tahun 2016 yang sebesar Rp 983 per kwh. 

Sedangkan nilai kurs saat ini sebesar Rp 14.585 per US$. Padahal di Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 dipatok Rp 14.400 per US$. 

Meski ada kenaikan, PLN berupaya untuk melakukan efisiensi. “Semoga saya bisa kendalikan kenaikan BPP, sehingga listrik tetap, tidak naik.,” ujar Sarwono.

Saat ini harga listrik untuk pelanggan rumah tangga berdaya 450 Volt Ampere (VA) yang tergolong subsidi sebesar Rp 415 untuk pemakian listrik per kilo Watt hour (kWh). Kemudian rumah tangga berdaya 900 VA tidak mampu, tarif listriknya sebesar Rp 58 per kWh.

Sedangkan untuk golongan pelanggan yang tidak bersubsidi, dengan kategori tegangan rendah (TR) tarifnya Rp 1.467,28 per kilo kWh, tarif listrik Tegangan Menengah (TM) Rp1.114,74 per kWh, tarif listrik Tegangan Tinggi (TT) Rp 996,74 per kWh, dan tarif listrik di Layanan Khusus Rp 1.644,52 per kWh. Kemudian, golonggan 900 VA Rumah Tangga Mampu (RTM) Rp 1.352 per kWh.

(Baca: PLN Tak Naikkan Tarif Listrik meski Tanggung Beban Rp 10 Triliun)

Tak hanya efisiensi, PLN juga melakukan lindung nilai (hedging) sebagai upaya mitigasi risiko dari nilai tukar Rp terhadap US$. Upaya lainnya adalah menata ulang utang (reprofiling) “Terus kemarin kami ada US$ 2 millar reprofiling juga bagus untuk PLN. Reprofiling yang tadinya 8% jadinya menjadi bunga 5-6%,” ujar Sarwono.

Reporter: Fariha Sulmaihati