PT Bukit Asam (PTBA) menyatakan tidak khawatir dengan aturan pemerintah yang mewajibkan perusahaan batu bara menjual 25% produksinya kepada pembangkit listrik di dalam negeri. Selama ini, PTBA telah melampaui kewajiban tersebut.

Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin mengatakan aturan wajib memasok kebutuhan dalam negeri atau Domestic Market Obligation (DMO) telah berpengaruh pada kinerja perusahaan. Laba bersih PTBA pada kuartal II-2018 turun 22% menjadi hanya 1,13 triliun, dibandingkan kuartal sebelumnya yang mencapai Rp 1,45 triliun.

"Triwulan Pertama kemarin, laba bersih memang lebih tinggi dari Triwulan Kedua 2018. Ada efek dari Domestic Market Obligation (DMO) yang mulai berlaku di akhir Maret 2018," kata Direktur Utama PTBA Arviyan Arifin di Jakarta pada Jumat (23/7).

(Baca: Empat Sebab Kewajiban Pasokan Batu Bara Dalam Negeri Tak Optimal)

Seperti diketahui, pada 9 Maret lalu Menteri ESDM Ignasius Jonan mengeluarkan Keputusan Nomor 1395 K/30/MEM/2018. Aturan ini menetapkan harga jual batu bara dalam negeri atau DMO sebesar US$ 70 per metrik ton untuk kebutuhan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) dan pembangkit swasta. Aturan ini juga mewajibkan seperempat produksi perusahaan batu bara untuk kebutuhan pembangkit Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan swasta di dalam negeri.

PTBA telah menjalankan aturan ini. Bahkan, dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) tahun ini, PTBA menargetkan volume penjualan batu bara sebesar 25,88 juta ton. Komposisinya, 53% atau sebesar 13,27 juta ton untuk pasar domestik, yakni kepada PLN. Sisanya, 47% atau 12,15 juta ton untuk pasar ekspor.

Besarnya persentase penjualan dalam negeri melebihi aturan yang ditetapkan pemerintah, tidak dikhawatirkan oleh Arviyan. Karena ada skema transfer kuota batu bara kepada perusahaan yang tidak bisa memenuhi target 25% penjualan kepada PLN atau pembangkit swasta dalam negeri.

(Baca: Investasi di Sektor Batu Bara Perlu Dukungan Regulasi Pemerintah)

"Kami punya strategi untuk bagaimana pencapaian Semester II nanti, tidak berpengaruh banyak terhadap kebijakan DMO. Nanti akan diatur oleh ESDM, yaitu aturan transfer kuota," kata Arviyan.

Dengan adanya transfer kuota, PTBA bisa menjual 28% sisa dari kewajiban menjual ke PLN di tahun ini, untuk ditransfer ke perusahaan lain. Arviyan menjelaskan, harga batu bara yang dijual akan menggunakan kesepakatan Business to Business (B2B).

PTBA akan menjual batu bara kuota tersebut dengan harga selisih antara harga jual ekspor dikurang harga jual ke PLN. "Jadi, ada kelebihan. Misalnya, kalau DMO itu kewajibannya 25%, kami dan PLN lebih dari itu (53%). Maka, kelebihan itu nanti akan ditransferkan ke perusahaan yang tidak bisa memenuhi kuota," ujarnya.

(Baca: Harga Batu Bara Acuan Juli Sentuh Level Tertinggi Tahun Ini)

Arviyan mengaku sudah ada beberapa perusahaan yang mendekati PTBA untuk transaksi kuota tersebut. Hanya, dirinya tidak mau merinci lebih detail siapa dan berapa banyak perusahaan tersebut.

Namun, peraturan soal transfer kuota ini sebenarnya masih belum tertuang dalam aturan yang tegas. Untuk itu Arviyan berharap, Kementerian ESDM bisa tegas memberikan sanksi terhadap perusahaan yanv tidak memenuhi kuota penjualan batu bara sebesar 25% kepada PLN.

"Kalau ESDM tegas dengan sanksi yang diberikan, maka transfer kuota ini kami harap bisa berjalan dengan baik. Karena kalau tidak terpenuhi DMO, maka produksi ke depannya akan dikurangi," kata Arviyan.

(Baca: Laba Bersih Bukit Asam Naik 49% di Semester I-2018)