Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (PLN)  Sofyan Basir akhirnya buka-bukaan terkait status hukumnya dan penggeledahan di rumahnya yang dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kedua hal tersebut terkait dengan Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Riau 1.

Soyfan Basir tidak membantah jika Minggu 15 Juli 2018 lalu KPK mengunjungi rumahnya untuk melakukan penggeledahan. Namun, hal itu membuatnya kaget karena awalnya sedang tidak berada di lokasi. “Saya tidak di rumah. Ketika datang, kaget lah,” kata Sofyan saat memberikan keterangan persnya, Senin (16/7).

Namun, akhirnya, Sofyan pun pulang ke rumah. Di sana sudah ada 10 orang dari KPK. Mereka diterima dengan terbuka dan kooperatif.

Sebagai tuan rumah, Sofyan membantu KPK dengan memberikan sejumlah informasi terkait Proyek PLTU Riau 1 serta dokumen terkait. “Penggeledahan dilakukan dengan baik, fair dan terbuka. Kami senang dengan kerja KPK yang profesional,” ujar dia.

Menurut Sofyan, dokumen yang berada di rumahnya itu hanya salinan, sedangkan aslinya berada di kantor. Salinan ini berada di rumah karena tidak sempat untuk dibaca di kantor karena banyaknya tamu dan interaksi dengan beberapa pemangku kepentingan.

Dokumen itu berupa laporan keuangan, proposal per regional seperti Sumatera, Kalimantan dan laporan bulanan. “Itu dokumen yang bisa dibuka ke publik. Bukan dokumen rahasia. Juga soal surat-menyurat yang perlu saya tanda tangan. Itu yang diperiksa KPK,” ujar dia.

Adapun, saat ini status hukum Sofyan Basir masih menjadi saksi. Hal ini pun dibenarkan Juru bicara KPK Febri Diansyah. “Masih saksi saya kira,” kata dia di Gedung KPK, Jakarta, Senin (16/7).

Jumat lalu (13/7), KPK menangkap Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih dan pemegang saham Blackgold Natural Resources Limited, Johannes Budistrisno Kotjo. Eni diduga menerima uang suap sebesar Rp 500 juta dari Johannes.

Suap ini merupakan transaksi keempat yang diterima Eni. Pertama, terjadi Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar. Kedua, Maret 2018 sebesar Rp 2 miliar. Ketiga, 8 Juni 2018 sebanyak Rp 300 juta.

Dugaan awal, Eni disuap untuk memuluskan proses penandantanganan kerja sama terkait pembangunan PLTU Riau-1. Proyek pembangkit berbahan bakar batu bara ini digarap perusahaan konsorsium yang terdiri dari China Huadian Enginerring Co, Ltd (CHEC), PT Samantaka Batu Bara, PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB), dan PT PLN Batu Bara (PLN BB).

(Baca: Seluk Beluk Proyek Listrik yang Bikin Rumah Dirut PLN Digeledah KPK)

PJB dan PLN BB merupakan anak usaha PLN. Sedangkan Samantaka Batubara adalah anak usaha BlackGold Natural Resources Limited.