KPK Geledah Kantor Pusat PLN Cari Dokumen Proyek PLTU Riau-1

Katadata
Penyidik KPK (kiri) memeriksa bagian resepsionis saat penggeledahan di Kantor Pusat PLN, Jakarta, Senin (16/7). Penggeledahan tersebut terkait pengembangan kasus dugaan suap pembangunan PLTU Riau-1.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
Editor: Yuliawati
16/7/2018, 21.55 WIB

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Pusat PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) (Persero) di Jalan Tronojoyo, Jakarta Selatan, Senin (16/7). Penggeledahan dilakukan sebagai tindak lanjut atas penyidikan kasus dugaan suap proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU Riau-1.

Sehari sebelumnya, KPK menggeledah rumah Direktur Utama PLN Sofyan Basir dan empat lokasi lainnya pada Minggu (15/7).  "Kami perlu melakukan penggeledahan sebagai tindak lanjut dari proses penyidikan dugaan suap terkait proyek PLTU Riau-1," kata juru bicara KPK Febri Diansyah, hari ini di kantornya, Jakarta.

Selain Kantor Pusat PLN, KPK menggeledah ruang kerja Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih di Kompleks Parlemen, Jakarta. Saat ini, penggeledahan di dua lokasi tersebut masih berlangsung.

(Baca juga: Tersandung Kasus Hukum, Proyek PLTU Riau-1 Dihentikan)

Menurut Febri, penggeledahan di dua lokasi itu untuk mencari bukti terkait dokumen yang berhubungan dengan kerja sama dan pembangunan PLTU Riau-1. Hal itu diperlukan KPK untuk menganalisa proses kerja sama dan pembangunan proyek dari awal hingga terjadi kasus dugaan suap.

"Karena ada hubungan hukum yang perlu terjadi, kalau kami bicara pembangunan proyek PLTU Riau-1, baik antara PLN dengan subsidiary atau perusahaan yang terkait dengan PLN atau perusahaan lain, termasuk perusahaan yang sahamnya sebagian dimiliki oleh tersangka yang sudah kami tetapkan," kata Febri.

(Baca: Membedah Proyek yang Bikin Rumah Dirut PLN Digeledah KPK)

Di tempat terpisah, Direktur PLN Sofyan Basir mengatakan KPK menggeledah beberapa ruangan dari divisi yang terkait dengan proyek PLTU Riau-1. Salah satunya divisi pengadaan. 

Sofyan memaparkan, PLN tak memiliki sangkut paut atas proyek PLTU Riau-1 ini. Sebab proyek digarap anak usaha PLN yang membentuk konsorsium dengan beberapa perusahaan lain.

Konsorsium tersebut terdiri dari dua anak usaha PLN yaitu PT Pembangkit Jawa-Bali (PIB) dan PT PLN Batubara (PLN BB) yang memiliki saham 51%. Selain itu PT Samantaka Batubara, yang merupakan anak usaha Blackgold Natural Resources, dan China Huadian Engineering Co. Ltd.

Ia juga memastikan bahwa kasus suap proyek ini tidak ada kaitannya terhadap penyesuaian Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).  "Tak ada, RUPTL itu setiap tahun dapat berubah, sesuai dengan kondisi situasi, dan kebutuhan," kata Sofyan.

Sofyan menjelaskan proyek PLTU Riau-1 ini sudah memasuki tahap proses pengembangan dan telah melewati tahap perjanjian ataupun Letter of Intent (LOI). "Proyeknya sudah habis, sudah tidak ada lagi, LOI, tinggal proses," kata Sofyan.

Dalam kasus dugaan korupsi proyek PLTU Riau-1, KPK telah menetapkan tersangka anggota Komisi VII Eni Maulani Saragih serta pengusaha Johannes Kotjo. Johannes memberikan uang senilai Rp 4,8 miliar dalam beberapa kali pertemuan. 

Johannes menyetor uang suap pertama kali Desember 2017 sebesar Rp 2 miliar dilanjutkan pada Maret 2018 dengan jumlah uang yang sama. Kemudian pada 8 Juni 2018, memberikan sebesar Rp 300 juta. Terakhir saat operasi tangkap tangan pada Jumat (13/7), Eni diduga menerima Rp 500 juta.

Reporter: Fariha Sulmaihati