PT Perusahaan Gas Negara (PGN) berencana menggugat arbitrase Petronas Carigali Muriah Limited atas berkurangnya pasokan gas dari Lapangan Kepodang. Gugatan ini dilakukan karena hingga kini perusahaan asal Malaysia itu belum memenuhi kewajiban tentang kekurangan pasokan yang terjadi sejak 2016 lalu.
Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN Dilo Seno Widagdo mengatakan sudah menunjuk konsultan pendamping untuk mengajukan gugatan. "Programnya sih harusnya akhir Juli ini kami ajukan," kata dia di Jakarta, Selasa (3/7).
Menurut Dilo pengajuan arbitrase tidak diajukan di Indonesia atau Singapura, melainkan di Hongkong. Ini sesuai dengan bunyi di dalam kontrak antara KJG dan Petronas.
Arbitrase ini merupakan upaya terakhir yang ditempuh dalam suatu perjanjian jual beli apabila salah satu pihak tidak melaksanakan apa yang dijanjikan atau wanprestasi. "Kalau salah satu wanprestasi ya kami ajukan arbitrase," kata Dilo.
Direktur Utama PGN, Jobi Triananda Hasjim mengatakan langkah arbitrase ditempuh perusahaannya lantaran sejak 2016 Petronas belum membayar kewajibannya. Bahkan upaya mediasi dengan Petronas pun tidak membuahkan titik temu. “Kami coba menjalankan apa yang di dalam kontrak," kata dia.
PGN memang sudah menyurati Petronas melalui anak usahanya, PT Kalimantan Jawa Gas (KJG) untuk menempuh upaya mediasi. Namun upaya itu tidak ditindaklanjuti oleh Petronas.
Berdasarkan keterbukaan informasi, PGN sempat mengirimkan surat kepada direksi PT Bursa Efek Indonesia pada 27 Juni 2018 lalu, Dalam surat tersebut, PGN menjelaskan kalau KJG yang 80% sahamnya dipegang PGN memiliki kontrak jual beli gas dengan Petronas Carigali Muriah Limited dan PLN.
Kontrak itu tertuang dalam Gas Transportation Agreement (GTA). Isinya kontrak pengangkutan gas dari lapangan Kepodang ke Pembangkit Listrik Milik PLN di Tambak Lorok, Jawa Tengah.
Sesuai ketentuan GTA, terdapat permasalahan atas kewajiban pemenuhan pembayaran batas minimal volume gas yang melewati pipa (ship or pay) untuk tahun 2016 dan 2017. Total nilai yang harus dibayarkan Petronas sekitar US$ 30,4 juta atau sekitar Rp 437 miliar.
KJG sudah mengirimkan surat pada 11 Mei 2018 ke Petronas agar membayar kewajibannya. Surat KJG itu ditandatangani Direktur Utama KJG, Ismet S.A Pane kepada Presiden Petronas Carigali Muriah Limited. Namun selang 30 hari sejak surat itu dilayangkan, Petronas tak kunjung menyelesaikan kewajibannya.
Pada 29 Januari 2018, KJG telah memohon kepada BPH Migas untuk melakukan mediasi dan mengeluarkan rekomendasi apabila sampai tanggal 5 Februari 2018 Petronas tidak kunjung menyelesaikan kewajibannya. Kemudian 20 Maret 2018 dan 8 Mei 2018 BPH Migas mengundang para pihak terkait untuk membahas masalah kewajiban Petronas itu.
Namun Petronas tidak hadir dalam kedua undangan di waktu yang berbeda itu. "Hal ini menunjukkan tidak adanya itikad baik dari Petronas Carigali Muriah Limited untuk menyelesaikan perselisihan dengan KJG," mengutip surat KJG kepada Petronas.
(Baca: Petronas Disebut Siap Bayar Utang Rp 460 Miliar ke PGN)
Dari data PGN, pada 2015 Petronas hanya menyalurkan gas sebesar 86,08 mmscfd, lalu pada 2016 sebesar 90,37 mmscfd, dan pada 2017 sebesar 75,64 mmscfd. Padahal di dalam kontrak seharusnya gas yang disalurkan sekitar 104 mmscfd.