Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan membuka peluang kepada Chevron untuk tetap mengelola Blok Rokan setelah kontraknya berakhir 2021. Itu dengan syarat tawaran Chevron menguntungkan negara.
Menurut Luhut, pemerintah terbuka kepada siapa pun untuk mengelola Blok Rokan, tak terkecuali perusahaan asal Amerika Serikat itu. “Kalau offer-nya bagus, kenapa enggak kasih ke mereka. Saya kira sangat terbuka kepada semua,” kata dia di Jakarta, Rabu (6/6).
Peluang tersebut disampaikan Luhut usai bertemu Managing Director Chevron IndoAsia Business Asia Chuck Taylor dan beberapa perwakilan Chevron Indonesia di kantornya sore ini. Dalam pertemuan tersebut, Chevron menawarkan teknologi baru yang bisa menambah cadangan di Blok Rokan hingga 1 miliar barel.
Seperti diketahui, Chevron selaku operator, masih berminat untuk memperpanjang kontrak Blok Rokan. Mereka bahkan sudah mengajukan proposal perpanjangan kepada pemerintah.
Di sisi lain, PT Pertamina (Persero) pun menyatakan minatnya untuk mengambil alih pengelolaan Blok Rokan dari Chevron. Perusahaan pelat merah ini juga sudah mengajukan proposal untuk mengelola blok tersebut.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan saat ini masih mengevaluasi proposal dari Chevron sebagai operator eksisting di blok tersebut. Targetnya keputusan itu bisa diambil Juli nanti.
Pengelolaan blok migas yang akan berakhir kontraknya ini sebenarnya sudah diatur dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 23 tahun 2018. Dalam aturan tersebut, Menteri ESDM dapat menetapkan empat skema pengelolaan blok migas, setelah ada evaluasi.
Skema itu adalah perpanjangan kontrak kerja sama untuk kontraktor, pengelolaan pada wilayah kerja yang kontrak kerja samanya berakhir oleh Pertamina, pengelolaan bersama antara kontraktor yang sudah ada dengan Pertamina. Kemudian lelang.
(Baca: Chevron Tak Bisa Lagi Tawar Gross Split untuk Blok Rokan)
Blok Rokan merupakan penyumbang terbesar produksi minyak nasional. Sepanjang empat bulan terakhir produksi blok itu hanya tercapai 99,39%. Perusahaan asal Amerika Serikat itu hanya bisa memproduksi minyak 212.256 bph dari target 213.551 bph.