Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta kejelasan pemerintah terkait skema penambahan subsidi Solar. Alasannya, hingga kini belum ada skema yang pasti disampaikan pemerintah.
Ketua Komisi VII DPR Gus Irawan Pasaribu menilai pemerintah belum satu suara mengenai skema tambahan subsidi Solar. Satu sisi, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan tambahan subsidi Solar itu melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2018.
Di sisi lain, menurut Gus, Menteri Keuangan tidak mau melalui jalur APBNP 2018. Sedangkan Kementerian ESDM menginginkan skema melalui cadangan devisa. Padahal, skema itu tidak direstui Bank Indonesia. “Bank Indonesia bilang tidak bisa, saya kan repot juga. Ini jadi gaduh begitu sampai ke publik," kata dia dalam rapat dengar pendapat dengan Pertamina, di Jakarta, Rabu (23/5).
Menjawab hal itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pemberian subsidi melalui APBNP 2018 adalah alternatif terakhir. Meski begitu, Kementerian ESDM telah mengusulkan kepada Kementerian Keuangan tambahan subsidi Solar Rp 1.000 per liter.
Opsi lainnya untuk meringankan beban Pertamina adalah dengan memberikan harga minyak mentah yang tidak mengikuti pasar. Perusahaan pelat merah itu juga pernah meminta agar harga minyak menjadi jatah negara dibeli dengan harga yang ada di APBN 2018 yakni US$ 48 per barel. Sedangkan harga pasar sekitar US$ 70 per barel.
Namun, pemerintah menolak usulan itu karena implementasinya yang sulit. Alasannya harus ada regulasi mulai dari Peraturan Presiden, Peraturan Menteri ESDM, hingga Peraturan Menteri Keuangan (PMK). "Bu Sri Mulyani (Menteri Keuangan) tidak sepakat. Katanya biar berapa harga minyak naik, jadi ada windfall profit. Nanti uang itu yang akan diberikan ke Pertamina," kata Djoko.
(Baca: Pemerintah Klaim Untung Rp 300 Miliar Setiap Harga Minyak Naik US$ 1)
Menurut Djoko, dari data Badan Kebijakan Fiskal (BKF) setiap kenaikan harga US$ 1 per barel, penerimaan negara bertambah sekitar Rp 2,8 triliun hingga Rp 2,9 triliun. Meski pemerintah untung, namun kenaikan harga minyak bumi juga membuat subsidi energi bengkak sekitar Rp 2,5 triliun hingga Rp 2,6 triliun.
Jadi, masih ada selisih antara kenaikan penerimaan dan subsidi. “Masih ada windfall profit sekitar Rp 300 miliar,” kata dia.