Chief Executive Officer (CEO) perusahaan minyak dan gas bumi (migas) asal Prancis Total, Patrick Pouyanne tidak akan terkejut jika harga minyak bisa mencapai level US$ 100 per barel akhir tahun ini. Ini karena adanya gejolak geopolitik yang berpengaruh pada harga minyak. 

Menurut Patrick, saat ini kondisi harga minyak dunia lebih didominasi adanya sensitivitas kondisi geopolitik. "Kami berada di dunia baru. Kami berada di dunia di mana geopolitik mendominasi pasar lagi," kata dia dilansir dari Channel Newsasia, Senin (21/5).

Harga minyak terus menunjukkan tren meningkat sejak musim panas, ketika negara produsen berupaya mengendalikan pasokan dan ada kekhawatiran mengenai ketidakstabilan geopolitik. Bahkan menjelang 0950 GMT, satu barel North Sea Brent sempat melewati US $ 80 untuk pertama kalinya sejak November 2014.

Adapun, sentimen yang membuat harga minyak terus menanjak beberapa waktu terakhir adalah krisis ekonomi di Venezuela. Kemudian ada keputusan Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk keluar dari kesepakatan sanksi bersama atas program nukril Iran.

Iran sebenarnya telah meningkatkan produksi satu juta barel per hari setelah sanksi dicabut berdasarkan kesepakatan Iran 2015. Namun, nasib produksi itu kini tidak jelas menyusul ancaman pengenaan sanksi dari Amerika Serikat.

Sementara itu kondisi produksi di Venezuela juga merosot akibat adanya krisis. Kondisi itu diperparah dengan adanya putusan pengadilan arbitrase yang mendukung ConocoPhillips mengambil empat asetnya senilai US$ 2 miliar dari perusahaan Venezuela PDVSA.

OPEC dan Rusia juga dinilai telah menerapkan kebijakannya secara efisien. Sejak tahun lalu, mereka membatasi produksi agar harga minyak meningkat.

"Dan yang paling utama, ada pengumuman tentang Iran, yang mendorong harga naik," kata Pouyanne. "Jadi saya tidak akan terkejut melihat US $ 100 per barel dalam beberapa bulan mendatang."

(Baca: Enam Efek Domino yang Harus Diwaspadai Akibat Naiknya Harga Minyak)

Adapun, para ekonom juga sudah memperingatkan kenaikan harga minyak menimbulkan bahaya bagi ekspansi ekonomi saat ini. Selain itu bisa memperlambat efek bagi stimulus ekonomi yang diberikan pemerintah Amerika Serikat.

Reporter: Anggita Rezki Amelia