Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan membantah mitra PT Pertamina (Persero) di blok minyak dan gas bumi (migas) habis kontrak ditentukan pemerintah. Penentuan mitra eksisting di blok habis kontrak itu atas permintaan Pertamina.
Jonan mengatakan Pertamina telah mengirimkan surat kepada Kementerian ESDM yang meminta mitra di blok habis kontrak. Perusahaan pelat merah itu juga meminta bergabung dengan eksisting yang ada. “Penentuannya bukan dari pemerintah,” kata dia di Jakarta, Rabu (11/4).
Saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VII DPR, Rabu (4/4), Kementerian ESDM telah menyampaikan beberapa mitra di beberapa blok terminasi. Salah satu contohnya adalah Blok Sanga-Sanga. Di sana Pertamina akan bermitra dengan PT Karunia Utama Perdana, Opicoil dan BUMD.
Adapun PT Karunia Utama Perdana merupakan perusahaan baru yang memegang hak kelola Sanga-Sanga. Sebelumnya pemegang hak kelola di blok itu adalah VICO memegang hak kelola 7,50%, VIC sebesar 15.63%, PT Saka Energi Sanga Sanga 26.25%, ENI 26.25%, Universe Gas & Oil sebesar 4.38% dan OPICOIL 20%.
Selain Blok Sanga-Sanga, ada Southeast Sumatra. Di sana ada mitra baru untuk Pertamina yakni PT GHJ SES Indonesia. Perusahaan itu juga tergolong baru memiliki hak kelola di Blok SES.
Pemegang hak kelola sebelumnya adalah CNOOC Ltd sebesar 65,54% dan bertindak selaku operator. Kemudian mitranya adalah PT Pertamina 20.55%, PT Saka Energi Sumatra (8.91%), dan KUFPEC Indonesia SES BV (5%).
Namun, menurut Jonan, perubahan komposisi itu di luar kendali pemerintah. “Kalau peralihan Participating Interest itu kan bebas saja. Kami tidak bisa kendalikan” ujar dia.
Jonan mengatakan mitra eksisting itu mendapatkan porsi lebih kecil daripada Pertamina karena itu merupakan blok penugasan. Mitra eksisting ini juga tidak gratis mendapatkan hak kelola.
Mitra eksisting itu harus bicara dengan Pertamina mengenai nilai hak kelola itu. ”Saya kira sih tidak gratis. Itu kan musti dilakukan sesuai business practice. yang saya pesan begini ke Pertamina, tidak boleh menjual penugasan itu untuk mendapat cash di depan,” ujar dia.
Menurut Jonan, seharusnya kontrak baru di delapan blok yang kontraknya berakhir tahun ini bisa diteken pekan lalu. “Saya maunya tanda tangan minggu lalu. Pertamina minta waktu dua bulan,” ujar dia.
Penentuan mitra ini sempat menjadi sorotan beberapa pihak. Menurut Pendiri Reforminer Institute Pri Agung Rakhmanto, Pertamina sebenarnya tidak wajib menggandeng mitra di blok yang kontraknya akan berakhir. Penentuan mitra ini juga berbeda dengan pemberian hak kelola kepada pemerintah daerah.
Untuk pemberian hak kelola kepada pemerintah daerah itu juga ada aturannya. Mengacu Peraturan Menteri ESDM Nomor 37 tahun 2016, hak kelola 10% kepada pemerintah daerah itu setelah rencana pengembangan lapangan (Plan of Development/PoD) I disetujui.
Pemilihan mitra ini semestinya menjadi urusan bisnis antara Pertamina dengan badan usaha lain, bukan pemerintah. “Pemerintah tidak pada tempatnya jika mencampuri urusan ini,” kata dia di Jakarta, Selasa (10/4).
Pri mengatakan pemilihan mitra itu juga seharusnya melalui pertimbangan untuk melengkapi hal atau aspek yang dibutuhkan atau belum ada di Pertamina. Mitra yang dipilih, semestinya adalah yang bonafide.
Terhadap rencana Pertamina yang akan meminta masukan BPK, Kejaksaan Agung, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau lembaga penegak hukum lainnya, Pri mendukung agar segala sesuatunya menjadi lebih transparan dan tidak menimbulkan kesan atau dugaan yang bisa kontraproduktif.
“Hal-hal semacam ini, jika tidak diperjelas, bisa mengesankan adanya praktik atau indikasi yang mengarah kepada fenomena seperti 'papa minta saham'. Karena, logika yang dapat dipakai kemudian adalah bahwa jika ada sesuatu yang sederhana lalu menjadi kompleks, pasti ada sesuatu. Kesan semacam ini harus dihindari karena dapat memberikan sinyal negatif kepada pelaku usaha hulu migas yang lain, yang pada gilirannya dapat membuat iklim investasi hulu migas menjadi tidak kondusif”, ujar Pri.
PT Pertamina (Persero) meminta waktu kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelum menandatangani kontrak delapan blok minyak dan gas bumi (migas) yang akan berakhir tahun ini. Pertamina perlu mendapat pendampingan hukum sebelum kontrak tersebut diteken.
(Baca: Teken Kontrak 8 Blok Migas, Pertamina Minta Pendampingan Hukum)
Dalam pendampingan hukum ini, Presiden Direktur PT Pertamina Hulu Energi (PHE) Gunung Sardjono Hadi akan meminta ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atau Kejaksaan Agung sebelum meneken kontrak. Tujuannya, agar pengambilan hak kelola (participation interest/PI) oleh Pertamina sesuai hukum.
(REVISI: Artikel ini telah diperbarui pada hari Jumat, tanggal 13 April 2018, pukul 23.23 WIB. Revisi dilakukan pada paragraf ke-15 dan 16 karena menyesuaikan dengan perubahan isi pada rujukan artikel sebelumnya. Terima kasih.)