Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM akhirnya menerbitkan aturan mengenai dana pemulihan tambang (Abandonment and Site Restoration/ASR). Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 tahun 2018, kontraktor wajib menyediakan dana ASR meskipun kontraknya belum mengatur itu.

Sekretaris Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi/Migas Kementerian ESDM Susyanto mengatakan kewajiban ASR untuk yang belum ada di kontrak memang tercantum di pasal 21. Namun, kewajiban itu diberikan karena menyangkut keselamatan kepentingan publik, terlebih lagi untuk wilayah kerja di lepas pantai. Jadi pemulihan ini supaya tidak mengganggu pelayaran.

Susyanto juga yakin juga cukup kuat secara hukum. Sehingga tidak ada perselisihan (dispute) dengan kontraktor. “Saya orang hukum. Antara kontrak dan kebijakan pemerintah tetap lebih kuat kebijakan,” kata dia di Jakarta, Kamis (1/3).

Menurut Susyanto aturan yang mensyaratkan ASR juga bukan baru ini saja terbit. Ada Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 2004 tentang kegiatan hulu migas. Sejak aturan itu terbit, kontaktor yang kontraknya belum mengatur ASR juga suka rela mau.

Bahkan, ketika membuat Peraturan Menteri ESDM Nomor 15 tahun 2018, Kementerian ESDM sudah memanggil kontraktor migas. "Teman-teman SKK Migas sudah komunikasi dan kewajiban itu walau dalam kontrak tidak ada, sudah dilakukan," kata Susyanto.

Salah satu contoh yang bersedia menyediakan dana ASR adalah BP. Perusahaan asal Inggris ini siap membayar ASR untuk blok yang akan berakhir di tahun 2035.

Namun, mengenai ASR di Blok East Kalimantan dan Attaka, Suyanto enggan berkomentar. Alasannya kebijakan wajib tidaknya Chevron Indonesia selaku operator dua blok itu membayar ASR belum diputuskan.

Dalam aturan itu, besaran dan cara pencadangan Dana Kegiatan Pasca Operasi ditetapkan oleh Kepala SKK Migas. Kemudian dilaporkan kepada Direktur Jenderal Migas. Namun, jika suatu blok berada di wilayah administrasi Aceh, segala hal terkait dengan tugas dan fungsi SKK Migas dilaksanakan oleh Badan Pengelola Migas Aceh/BPMA.

Kewajiban ASR ini diterapkan untuk kontrak skema gross split dan cost recovery yang ada penggantian biaya operasional. Untuk skema kontrak cost recovery, ASR diperhitungkan sebagai biaya operasi yang dapat dikembalikan. Sedangkan untuk gross split, ASR dibebankan kepada Kontraktor dan diperhitungkan sebagai unsur pengurang dalam perhitungan pajak penghasilan Kontraktor.

ASR ini wajib disetorkan pertama kali pada tahun dimulainya setiap produksi yang dinyatakan komersial sampai dengan berakhir jangka waktu Kontrak Kerja Sama. Namun sesuai pasal 17 ayat 2, jika kontrak tidak diperpanjang, kewajiban ASR dilaksanakan kontraktor baru. Dana yang dicadangkan kontraktor sebelumnya dapat digunakan kontraktor baru.

Jika kontrak berakhir dan terdapat sisa ASR, bagi kontrak cost recovery itu menjadi milik negara dan wajib disetorkan ke kas Negara sebagai penerimaan negara bukan pajak. Sedangkan gross split sisa dana ASR dikembalikan kepada Kontraktor.

(Baca: Pemerintah Tetap Wajibkan Dana Pemulihan Tambang Skema Gross Split)

Peraturan Menteri ini mulai berlaku 23 Februari 2018. Saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Energi dan Surnber Daya Mineral Nomor 01 Tahun 201 1 tentang Pedoman Teknis Pembongkaran Instalasi Lepas Pantai Minyak dan Gas Bumi dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.