Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan melakukan mediasi dengan pihak PTT terkait kasus tumpahan minyak Montara. Mediasi ini merupakan salah satu proses persidangan yang harus dijalani kedua belah pihak.
Kuasa hukum PTT EP Fredrick J. Pinakunary mengatakan kasus Montara sudah menjalani proses sidang pada 22 November 2017. "Mediasi berikutnya tanggal 20 Desember 2017," kata dia kepada Katadata.co.id, Senin (27/11).
Menurut Fredrick, mediasi itu hanya akan melibatkan The Petroleum Authority of Thailand Public Company Limited (PTT PCL) yang berkedudukan di Thailand dan bertindak sebagai pihak tergugat ketiga. Padahal selain PTT PCL, pemerintah juga menggugat tiga pihak.
Pihak tergugat pertama adalah The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Australasia (PTT EP AA) yang berkedudukan di Australia. Kemudian The Petroleum Authority of Thailand Exploration and Production Public Company Limited (PTTEP) selaku pihak tergugat ke II.
Salah satu alasan mediasi tersebut tidak melibatkan PTT EP dan PTT EP AA karena nama yang digugat berbeda dengan aslinya. "Tergugat I dan tergugat II adalah perusahaan yang tak pernah eksis di Australia dan Thailand, jadi bagaimana mereka bisa ikut mediasi," kata Fredrik kepada Katadata.co.id, Senin (27/11).
Di sisi lain, menurut sumber Katadata.co.id di pemerintahan, argumen PTT EP mengenai ketidaktepatan nama tidak bisa diterima hakim. “Hakim menolak tegas, dan memutuskan agar gugatan masuk fase mediasi," kata dia.
Adapun dalam gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pemerintah Indonesia mengajukan tuntutan sebesar Rp 27,4 triliun yang terdiri dari dua komponen. Pertama, komponen ganti rugi kerusakan lingkungan sebesar Rp 23 triliun dan biaya untuk pemulihan kerusakan lingkungan sebesar Rp 4,4 triliun. Selain itu, pemerintah juga meminta penyitaan aset ketiga perusahaan tersebut sebagai bentuk jaminan.
(Baca: Kasus Minyak Montara, Pemerintah Tuntut Ganti Rugi Rp 27 Triliun)
Terdapat tiga sektor yang terdampak kerusakan lingkungan yang terjadi. Ketiganya adalah kerusakan hutan mangrove seluas 1.200 hektare, kerusakan padang lamun seluas 1.400 hektare, dan kerusakan terumbu karang seluas 700 hektare.