PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN memperkirakan akan menanggung dana sekitar Rp 1 triliun untuk penyatuan golongan tarif listrik. Biaya ini untuk menanggung biaya penambahan daya yang dilakukan masyarakat akibat kebijakan tersebut.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan beban biaya itu tidak menjadi masalah karena pendapatan perusahaan lebih besar. “Kalau Rp 1 triliun dibandingkan Rp 300 triliun pendapatan PLN, ya kecil," kata dia di Jakarta, Kamis (16/11).
Untuk menyatukan golongan PLN memang tidak akan memungut biaya kepada pelanggan. Jadi semua biaya penggantian seperti MCB (Miniature Circuit Breaker) akan ditanggung PLN. Selain itu tarif dasar (abodemen) dan harga jual listrik ke masyarakat juga tidak akan naik.
Jadi, dengan kebijakan itu nantinya pelanggan berdaya 900 Volt Ampere (VA) akan beralih ke 1.300 VA. Sedangkan golongan 1.300 VA, 2.200 VA dan 3.300 VA dan 4.400 VA yang jumlah pelanggannya mencapai 13 juta akan beralih ke 5.500 VA. Adapun golongan 450 VA dan 900 VA subsidi tidak berubah.
Namun, menurut Sofyan penyatuan golongan tarif listrik tersebut tidak akan diwajibkan oleh seluruh pelanggan non subsidi PLN, melainkan hanya bersifat optional. “Tidak ada paksaan. Kalau tidak mau, ya golongannya tetap," kata dia.
Di sisi lain, Sofyan juga tidak memungkiri adanya potensi peningkatan penjualan listrik dari kebijakan tersebut. Akan tetapi, detail angkanya belum bisa dipastikan karena jumlah pelanggan yang ingin beralih masih opsional.
(Baca: 7 Fakta Rencana Penyederhanaan Golongan Listrik Versi Kementerian ESDM)
Kalaupun nantinya PLN untung dengan adanya kebijakan tersebut, dananya akan dimanfaatkan untuk mensubsidi silang biaya listrik di perdesaaan. Apalagi di beberapa daerah seperti di Nusa Tenggara Timur, membutuhkan biaya sebesar Rp 150 juta per satu rumah. "Ongkosnya memang mahal, tapi itu seluruhnya dana PLN," kata dia.