Pemerintah akan melakukan survei pelanggan terlebih dulu dalam menerapkan kebijakan penggolongan tarif listrik. Tujuannya untuk mengetahui respon masyarakat terhadap kebijakan tersebut.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengatakan survei tersebut nantinya dilakukan PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN secara daring. Survei ini akan berlangsung satu hingga dua peka ke depan.
Harapannya survei tersebut dapat menampung segala tanggapan masyarakat. "Ini kan mau disurvei dan ditanyakan dulu ke masyarakat pelanggan secara mayoritas," kata Jonan di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (14/11).
Menurut Jonan ada beberapa pertimbangan yang membuat pemerintah akan menerbitkan aturan tersebut. Salah satunya adalah meningkatkan penyerapan listrik rumah tangga. Apalagi tahun 2019 hingga 2025 akan ada pertambahan kapasitas listrik sebesar 40 ribu MW dari program Fast Tracking Project (FTP) I dan II.
Jadi nantinya, kelebihan listrik bisa itu bisa diserap rumah tangga, tidak hanya industri. “Makanya ini kami naikan dayanya, supaya masyarakat bisa menikmati listrik lebih banyak," kata Jonan.
Adapun, rencana penyederhanaan golongan tarif meliputi beberapa kriteria. Pertama, golongan 900 VA (nonsubsidi) akan didorong menjadi 1.300 VA; tarifnya tetap Rp 1.352/kWh. Kedua, golongan 1.300 VA, 2.200 VA, 3.300 VA dan 4.400 VA akan naik menjadi 5.500 VA dan tarifnya tetap Rp 1.467,28/kWh.
Ketiga, di atas 5.500 VA hingga 13.200 VA akan menjadi 13.200 VA, masih dengan tarif sama (Rp 1.467,28/kWh + PPN). Keempat, di atas 13.200 VA ke atas akan loss stroom, tarif tetap (1.467,28/kWh + PPN).
Namun demikian penentuan tarif tersebut masih belum final sebab masih dalam tahap kajian ."Tapi ini detailnya nanti sedang dikaji," kata Jonan. Jika sudah rampung rencananya kebijakan tersebut akan dituangkan dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM.
(Baca: Skema Penggolongan Tarif Listrik Berubah Lagi)
Sementara itu, Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan kebijakan itu akan batal jika masyarakat menolaknya. “Kalau masyarakat ini tidak setuju, tentunya kebijakan ini juga tidak perlu dijalankan, " kata dia di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (14/11).