Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Andang Bachtiar menyambut baik pernyataan pemerintah bahwa banyak perusahaan yang meminati blok minyak dan gas bumi (migas) yang dilelang tahun ini dengan skema gross split. Namun, pemerintah diminta berhati-hati menyimpulkan hal tersebut karena proses lelang masih berlangsung.
Menurut dia, banyaknya perusahaan yang mengakses dokumen belum tentu pula berminat ikut dalam proses lelang. Ini berkaca dari pengalaman masa lalu, misalnya tahun 2015, ada 7 perusahaan membeli dokumen lelang blok konvensional. Tapi, belakangan, tidak ada satupun perusahaan yang memasukkan penawaran. Salah satu alasannya adalah bonus tandatangan (signature bonus) yang dinilai terlalu tinggi.
(Baca: Lelang Blok Migas Skema Gross Split Diperebutkan 17 Perusahaan)
Setahun berikutnya, bahkan ada 19 perusahaan membeli atau mengambil dokumen lelang blok konvensional tapi ternyata hanya ada satu yang tandatangan kontrak. Itupun akhirnya mereka minta penangguhan waktu lagi untuk reevaluasi karena kontraknya diubah memakai gross split. Padahal waktu pengambilan dokumen masih menggunakan kontrak bagi hasil konvensional.
Karena itulah, pemerintah harus berhati-hati dalam pelaksanaan lelang. “Banyaknya perusahaan yang mengambil dokumen tender belum tentu berhubungan dengan makin berminatnya perusahaan minyak investasi di Indonesia,” ujar Andang kepada Katadata, Jumat (11/8).
(Baca: Sembilan Kontraktor Akses Data Lelang Blok Migas)
Sebelumnya, Deputi Pengendalian dan Pengadaan SKK Migas Djoko Siswanto mengungkapkan, lelang blok migas yang tengah digelar pemerintah diperebutkan 17 perusahaan terkemuka dan bonafide. Pemerintah akan memutuskan pemenang lelang tersebut bulan depan.
“Seluruh wilayah kerja migas yang sedang dilelang dengan kontrak gross split tahun ini jadi rebutan 17 perusahaan minyak terkemuka,” kata Djoko kepada Katadata, Kamis (10/8).
Namun, menurut Andang, banyaknya perusahaan yang mengambil atau membeli dokumen lelang tersebut belum tentu akan mengajukan penawaran. Sebab, bagi yang suka mengambil risiko (new venture), membeli dokumen lelang seharga ribuan dolar Amerika Serikat per blok itu bertujuan mendapatkan informasi baik adminstrasi, fiskal maupun teknis tentang blok yang ditawarkan. Namun, tidak menjamin mereka akan melanjutkan prosesnya dengan memasukkan dokumen penawaran.
Kebiasaan perusahaan-perusahaan migas yang bergerak di eksplorasi dan produksi adalah semakin banyak info maka kian lengkap database. Dengan begitu, semakin besar peluang mendapatkan usaha (venture) baru. Jadi, selain untuk penjajakan teknis, tujuan mengambil dokumen tender adalah bagian dari strategi pengembangan basis data.
(Baca: Semaraknya Investasi Migas di Meksiko dan Sepinya Lelang di Indonesia)
Andang meminta semua pihak seharusnya menunggu hingga akhir September nanti. Pada saat itu dapat diketahui jumlah peminat yang memasukkan penawaran tender dari 17 perusahaan yang mengambil dokumen tersebut.
Ia pun berharap optimisme pemerintah yang mengumumkan ada 17 perusahaan meminati blok migas yang ditawarkan akan benar-benar terwujud menjadi investasi nyata. “Mudah-mudahan bukan nol seperti tahun 2015 dan atau satu seperti 2016,” ujar Andang.
Di sisi lain, pemerintah harus waspada dan terus introspeksi diri atas peringatan-peringatan dari berbagai pihak dari dalam maupun luar negeri, “Yang menyatakan bahwa iklim investasi migas hulu Indonesia makin buruk karena berbagai masalah tata-kelola yang tak kunjung teratasi,” kata Andang.