Pemerintah Diminta Buka Opsi Tarif Listrik Berbeda Tiap Daerah

ANTARA FOTO/Jojon
Seorang penghuni rusunawa mengisi voucher isi ulang listrik di Kendari, Sulawesi Tenggara, Selasa (9/5/2017)
7/8/2017, 20.30 WIB

Pemerintah diminta membuka opsi penerapan tarif listrik yang berbeda antar daerah. Ini agar harga listrik di setiap daerah semakin terjangkau masyarakat.

Akademisi Universitas Indonesia (UI) Iwa Garniwa mengatakan cara tersebut bisa membuat tarif listrik murah karena tidak lagi mengacu pada perubahan harga minyak Indonesia (ICP), inflasi dan nilai tukar dolar Amerika Serikat ke Rupiah. Ketiga faktor tersebut diduga penyebab harga listrik berfluktuasi.

(Baca: Jonan Upayakan Tarif Listrik Turun Tiap Tiga Bulan)

Untuk menetapkan harga listrik di masing-masing daerah, pemerintah bisa menggunakan acuan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dan kondisi ekonomi masyarakat. "Masing masing wilayah selayaknya punya tarif sendiri, bagaimana pemerintah bisa melakukan ini," kata Iwa di Seminar Nasional National Energy Summit di Hotel Borobudur, Jakarta, Senin (7/8).

Namun, Menurut Kepala Satuan Komunikasi PLN I Made Suprateka, tarif regional belum bisa diterapkan saat ini. Alasannya biaya pokok produksi listrik setiap daerah berbeda.

Contohnya adalah daerah-daerah yang terpencil seperti Papua memiliki harga pokok listrik yang mencapai Rp 2.500 per kilo watt per hour (kwh). Mahalnya listrik di sana karena pembangkitnya masih memakai tenaga diesel.  

Jadi, jika dipaksakan memakai tarif regional, daerah yang memiliki harga pokok tinggi akan kewalahan dalam membeli listrik. "Makin miskin itu orang Indonesia Timur," kata Made.

(Baca: Tambahan Subsidi Listrik Ditolak DPR, PLN Talangi Rp 5,6 Triliun)

Untuk itu, menurut Made, PLN masih perlu memberikan subsidi silang di tiap daerah. Ini agar keuntungan yang diperoleh di Jawa, Bali dan Sumatera bisa dipakai untuk memberikan subsidi listrik bagi daerah Indonesia Timur. Sehingga daerah tetap merasakan harga listrik satu harga. 

Di sisi lain, Made tidak menampik masih adanya kesenjangan ketersediaan listrik di Indonesia. Data Kementerian ESDM mencatat, hingga kini masih terdapat 2.519 Desa yang belum berlistrik. Desa-desa tesebut sebagian besar berada di indonesia timur,

Jumlah tersebut ditargetkan bisa terlistriki seluruhnya pada 2019. Untuk menerangi desa-desa tersebut pemerintah akan mengupayakan penggunakan potensi energi setempat, yakni dengan membangun pembangkit listrik berbasis EBT di desa-desa tersebut.

(Baca: Tiga Terobosan DEN Percepat Target Energi Terbarukan)

Hingga kini, dari data Kementerian ESDM tercatat sudah ada 20 investor yang sudah berkonsultasi untuk berpartisipasi membangun pembangkit listrik di kawasan desa tersebut. Salah satunya lembaga donor dari Amerika Serikat.