Isu kenaikan tarif listrik kembali menjadi polemik. Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Hadi M. Djuraid akhirnya angkat bicara untuk meluruskan beberapa persepsi yang beredar di masyarakat. Setidaknya ada lima fakta yang terjadi mengenai isu tersebut.
Fakta pertama adalah tarif listrik untuk 27,26 juta rakyat tidak mampu tidak naik. Kenaikan tarif listrik per 1 Januari 2017 hanya berlaku untuk pelangan rumah tangga mampu yang berdaya 900 Volt-ampere (VA) dengan jumlah sekitar 19 juta rumah tangga.
(Baca: Istana Sebut Banyak yang Salah Persepsi Soal Kenaikan Listrik)
Sementara itu, 4,1 juta rumah tangga tidak mampu berdaya 900 VA tetap mendapat subsidi dan tarifnya tidak mengalami kenaikan. Begitu juga dengan rumah tangga tidak mampu yang memiliki daya listrik 450 VA dengan jumlah 23,16 juta rumah tangga.
Menurut Hadi, penentuan rumah tangga mampu dan tidak mampu merujuk pada data terpadu Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K). TNP2K adalah lembaga yang diketuai Wakil Presiden, yang dibentuk sebagai wadah koordinasi untuk menyelaraskan berbagai kegiatan percepatan penanggulangan kemiskinan.
Fakta kedua adalah pencabutan subsidi diputuskan bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), atau bukan keputusan sepihak pemerintah. Hal ini sesuai dengan pasal 34 ayat 1 UU Nomor 30 tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan yang menyebutkan pencabutan subsidi listrik harus mendapat persetujuan DPR RI.
Keputusan mencabut subsidi ini juga melalui proses pembahasan panjang dan persetujuan oleh Komisi VII DPR RI. Namun rapat Komisi VII DPR tanggal 22 September 2016 menyetujui dan memutuskan pencabutan subsidi listrik bagi rumah tangga mampu dengan daya 900 VA, berlaku mulai 1 Januari 2017 secara bertahap.
Sejak saat itu sosialisasi telah dilakukan secara intensif melalui berbagai media dan penyuluhan langsung oleh Kementerian ESDM, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), dan PT PLN (Persero). “Keputusan penerapan subsidi listrik tepat sasaran dengan mencabut subsidi untuk rumah tangga mampu pelanggan 900 VA, tidak diputuskan sepihak oleh pemerintah,” kata Hadi berdasarkan keterangan resminya, Selasa (13/6).
(Baca: Dirut PLN Tuding Ada yang "Bermain" di Balik Isu Tarif Listrik)
Fakta ketiga adalah selama ini pelanggan mampu mendapat subsidi lebih besar. Sebagai contoh, rumah tangga mampu pelanggan 900 VA dengan konsumsi listrik 140 kWh per bulan, tagihan bulanan sekitar Rp 84.000.
Semestinya mereka membayar sekitar Rp 189.000 per bulan sesuai tarif keekonomian. Artinya selama ini rumah tangga mampu berdaya 900 VA mendapat subsidi negara sekitar Rp 105.000 per bulan.
Padahal, masyarakat tidak mampu dengan konsumsi listrik yang lebih rendah, yaitu 70 kWh per bulan, dengan tagihan listrik sekitar Rp 42.000 per bulan, hanya menerima subsidi sekitar Rp 52.000 per bulan.
Sesuai keputusan bersama pemerintah dan DPR, subsidi untuk lebih 19 juta pelanggan rumah tangga mampu, dicabut secara bertahap terhitung mulai 1 Januari 2017 hingga 1 Mei 2017. Dengan demikian rumah tangga mampu pelanggan 900 VA akan membayar tarif listrik sesuai tarif keekonomian atau tanpa subsidi.
Fakta keempat, saat ini masih ada lebih 2.500 desa tanpa listrik. Jadi subsidi tepat sasaran akan memberi kesempatan masyarakat di lebih 2.500 desa itu menikmati listrik untuk pertama kali sejak Indonesia merdeka.
Salah satu program yang segera dilaksanakan adalah pembagian cuma-cuma lampu listrik tenaga matahari untuk hampir 400 ribu rumah tangga di 2.500 desa tanpa listrik. Dimulai tahun 2017, direncanakan tuntas dalam dua tahun. (Baca: Jokowi Bagikan Lampu Gratis untuk Masyarakat yang Belum Dapat Listrik)
Fakta kelima, masyarakat tidak mampu yang terkena pencabutan subsidi bisa melapor untuk direvisi. Pemerintah membuka Posko Pusat Pengaduan Subsidi Listrik di kantor Direktorat Jenderal Kentenagaslitrikan, Kementerian ESDM di Jakarta. Alamat website subsidi.djk.esdm.go.id, nomor telepon 021-522483.
Mekanismenya, masyarakat menyampaikan pengaduan ke kantor desa/kelurahan, untuk diteruskan ke kecamatan. Melalui website, pengaduan tersebut akan diteruskan ke posko pusat di Ditjen Ketenagalistrikan.
Selanjutnya, akan dilakukan verifikasi oleh TNP2K. Jika berdasar hasil verifikasi pengadu memang layak mendapat subsidi, maka TNP2K akan merekomendasikan ke PT PLN (Persero) untuk menindaklanjuti. (Baca: PLN Siap Alirkan Listrik ke 562 Desa di Papua dan Maluku Tahun Ini)
Sampai pertengahan Juni 2017, telah masuk 53.150 pengaduan. Rinciannya 26.290 pengadu berhak mendapat subsidi, 13.859 dalam proses verifikasi oleh TNP2K, 12.852 pengadu tidak terdapat dalam Data Terpadu, diserahkan ke Kementerian Sosial untuk ditindaklanjuti dan 75 pengadu mengajukan permohonan untuk tidak dimasukkan sebagai pelanggan yang layak disubsidi.