Keberadaan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) tampaknya tidak akan lama lagi. Dalam draf revisi Undang-undang Migas yang disusun Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), khususnya Pasal 93, lembaga tersebut dinyatakan akan dibubarkan.
Setelah bubar, tugas dari BPH akan dialihkan ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). “Pada saat Undang Undang ini mulai berlaku Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi dinyatakan bubar serta fungsi dan tugasnya dilaksanakan oleh Menteri,” dikutip sesuai draf RUU Migas yang salinannya diperoleh Katadata, Rabu (24/5).
(Baca: BPH Migas Kritik Pemerintah Tak Paham Pengelolaan Energi)
Dalam Undang-undang Minyak 22 tahun 2001, Badan Pengatur Hilir Migas melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak (BBM) dan pengangkutan gas bumi melalui pipa. Fungsinya adalah mengatur ketersediaan BBM dan gas bumi yang ditetapkan pemerintah, dapat terjamin di seluruh wilayah Indonesia dan meningkatkan pemanfaatan gas bumi.
Ada beberapa hal yang pengaturannya menjadi tugas BPH Migas. Pertama, pengaturan dan penetapan ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM). Kedua, cadangan Bahan Bakar Minyak nasional. Ketiga, pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak.
Keempat, menetapkan tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa. Kelima, menetapkan dan mengatur harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil. Keenam, pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi. (Baca: BPH Migas Turunkan Tarif Minimum Gas Bumi untuk Rumah Tangga)
Anggota Komisi VII DPR Harry Poernomo tidak membantah mengenai adanya draf tersebut. Namun, itu baru usulan dari Komisi VII dan bisa berubah tergantung pembahasan di Badan Legislasi (Baleg) dan pemerintah. Bahkan, pembahasannya bisa saja memakan aktu panjang dan tidak selesai pada masa pemerintahan Joko Widodo, yakni tahun 2019.
Mengenai keberadaan BPH, Harry Poernomo mengatakan tidak ada lembaga apapun terkait migas yang dibubarkan. Yang ada adalah semua lembaga termasuk BUMN migas disatupadukan dalam satu atap koordinasi berbentuk Badan Usaha Khusus (BUK). “BUK ini semacam holding company yang 100 persen milik negara,” kata dia kepada Katadata, Rabu (24/5).
Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa juga mengatakan draf tersebut belum final dan baru masuk Baleg. Selanjutnya akan dibahas dengan para pihak termasuk pemerintah. Dalam draft tersebut, fungsi regulasi hilir migas tetap ada, cuma berganti nama saja.
(Baca: Revisi UU Migas, DPR Rancang Badan Usaha Khusus Migas)
Ia juga yakin, pemerintah dan DPR akan menguatkan regulator hilir migas di bidang pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan niaga. “Lembaganya berkerja secara independen dan profesional,” ujar dia kepada Katadata.