Puluhan kontraktor minyak dan gas bumi (migas) belum membayar komitmen pasti untuk wilayah kerjanya yang sudah dan akan terminasi. Total nilai tunggakan tersebut mencapai US$ 421,6 juta atau sekitar Rp5,6 triliun.
Berdasarkan data yang diperoleh Katadata, Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) sebenarnya sudah menagih 37 kontraktor kontrak kerja sama (KKKS). Bahkan, sudah ada yang tiga kali ditagih dan masuk dalam peringatan. (Baca: KPK Ungkap Potensi Kerugian Negara Rp 46 Triliun di Sektor Energi)
Salah satu kontraktor yang masuk dalam peringatan adalah ExxonMobil. Perusahaan asal Amerika Serikat ini masih menunggak komitmen pasti US$ 8,07 juta atau sekitar Rp 107 miliar untuk wilayah kerja Gunting.
Selain ExxonMobil, KKK lain yang menunggak dan sudah masuk peringatan adalah Niko Resources (Overseas XXXIII). Niko belum membayar komitmen pasti untuk wilayah kerja Semai V dengan nilai US$ 30 juta atau sekitar Rp 399 miliar.
Ketika dikonfirmasi, pihak SKK Migas belum merespons mengenai data tunggakan tersebut. Hingga berita ini ditulis, Kepala Humas SKK Migas Taslim Z. Yunus tidak menjawab pesan yang dikirimkan Katadata melalui aplikasi WhatsApp. (Baca: ESDM Limpahkan Penagihan Tunggakan Kontraktor ke SKK Migas)
Sementara itu, Direktur Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) I.G.N. Wiratmaja Puja tidak membantah adanya kontraktor yang belum sepenuhnya menjalankan komitmen pasti sejak penandatanganan kontrak hingga terminasi. Tanpa menyebutkan nama perusahaannya, dia mengatakan kontraktor tersebut harus membayar kepada negara.
Salah satu contoh komitmen pasti tersebut, kata Wiratmaja, seperti melakukan pengeboran sumur eksplorasi di tiga tahun pertama. "Menurut aturan kalau komitmen pasti dia tidak lakukan, dia harus bayar ke negara," katanya kepada Katadata, Kamis (29/3).
Dia juga memastikan bahwa pemerintah sudah berusaha menagih tunggakan tersebut. Mulai dari mengirim surat melalui SKK Migas, hingga memasang iklan di koran. Namun KKKS tersebut belum merespons dan membayar utangnya. (Baca: Tak Jalankan Kewajiban, 15 Perusahaan Migas Dapat Teguran)
Bahkan menurut Wiratmaja beberapa kontraktor migas sudah tidak lagi berkantor di Indonesia sehingga pemerintah merasa kehilangan jejak. "Kami dorong supaya dibayar, SKK Migas yang tagih," kata dia.