Perusahaan-perusahaan minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia yang berhimpun dalam Indonesian Petroleum Association (IPA) akan mencermati sejumlah isu terkait regulasi yang akan dikeluarkan pemerintah. Tujuannya untuk memastikan dan menjaga investasinya di sektor hulu migas pada tahun depan.
Presiden IPA Christina Verchere melihat ada lima isu utama di sektor migas dengan pemerintah. Pertama, pembahasan dan analisis detail dengan pemerintah terkait rencana implementasi skema baru bagi hasil menggunakan gross split pada blok migas konvensional.
“Kami harus analisis, apakah skema ini bisa diterapkan untuk investor," kata dia di sela-sela konforensi pers IPA di Jakarta, Rabu (7/12). (Baca: Lima Penentu Porsi Bagi Hasil dalam Skema Baru Kontrak Migas)
Kedua, IPA akan memastikan peraturan mengenai tata kelola gas kondusif untuk bisnis hulu migas. Ketiga, IPA ingin terlibat dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang (RUU) Migas bersama pemerintah melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Keempat, melanjutkan pembahasan terkait proposal hak kelola atau participating interest sebesar 10 persen untuk pemerintah daerah. Kelima, IPA bersama pemerintah terus berusaha menyelesaikan rencana pengembangan laut dalam secara ekonomis. Caranya, melalui penggunaan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR), tata kelola gas dan perizinan.
Menurut Christina, merosotnya harga minyak dunia dalam dua tahun terakhir menjadi momok bagi industri migas untuk menjalankan aktivitas di hulu migas. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan reformasi aturan sehingga menarik minat investor untuk masuk ke Indonesia. Sebab, selama ini IPA menilai kebijakan fiskal di dalam negeri belum bisa menggairahkan sektor hulu migas.
(Baca: Aturan Baru, Alat Ukur Produksi Minyak Wajib Dipasang di Tiga Lokasi)
Namun di sisi lain, dia berharap kondisi harga minyak dunia tahun depan dapat membaik seiring dengan keputusan pemangkasan produksi oleh organisasi negara-negara pengekspor minyak (OPEC). Harapannya, langkah itu bisa berlanjut dalam jangka panjang.
Menurut Christina, selama tahun ini ada beberapa diskusi yang dilakukan IPA dengan pemerintah untuk mereformasi sejumlah kebijakan. Antara lain revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 79 Tahun 2010 tentang biaya operasi yang dapat dikembalikan (cost recovery) dan perlakuan pajak penghasilan di bidang usaha hulu migas. Tapi, hingga kini, pemerintah belum merilis aturan itu.
Direktur IPA Tenny Wibowo mengatakan, revisi PP 79 Tahun 2010 bertujuan memperbaiki investasi di sektor migas. Meski begitu, dia berharap pemerintah tetap menghormati kontrak-kontrak eksisting atau yang masih berjalan.
"Mungkin akan lebih bagus pada permulaan kontrak (aturan baru diterapkan), karena kalau kontrak sudah berjalan akan berat untuk itu. Apalagi, harga minyak drop luar biasa," kata Tenny. (Baca: Produksi Minyak 24 Kontraktor Belum Mencapai Target APBN)
Di sisi lain, IPA menggelar rapat umum tahunan untuk menentukan susunan dewan direksi dan pengawas yang akan bertugas tahun depan. Posisi Presiden IPA tetap diduduki oleh Christina Verchere.
Tenny mengatakan pemilihan presiden tersebut didasari oleh kemauan untuk bekerja dan berkotribusi untuk IPA. Ia berharap dengan pemilihan Christina maka komitmen kerja IPA tahun depan bisa tercapai. Wanita asal Kanada ini juga menjabat sebagai Presiden Regional Asia Pacific BP Plc.