PT Pertamina EP Cepu (PEPC) menargetkan Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) dari Lapangan Jambaran Tiung Biru, Blok Cepu, bisa ditandatangani pada akhir tahun ini. Jika tidak, pembangunan fasilitas produksi tersebut bakal molor dan berdampak pada nilai keekonomian proyek.
Direktur Utama PEPC Adriansyah mengatakan, pihaknya sudah sepakat menjual gas Lapangan Tiung Biru kepada induk usahanya, yakni PT Pertamina (Persero), seharga US$ 7 per juta british termal unit per hari (mmbtu) dengan eskalasi dua persen. “Paling lambat akhir tahun ini,” kata dia kepada Katadata, Jumat (18/11).
Harga tersebut lebih rendah dari sebelumnya, yakni US$ 8 eskalasi dua persen. Tujuannya agar gas hasil produksi dari lapangan itu laku dan tidak menyebabkan penundaan proyek. Apalagi, jadwal produksi dari Lapangan Jambaran-Tiung Biru ditargetkan pada 2020. (Baca: Agar Laku, Pertamina Turunkan Harga Gas Lapangan Tiung Biru)
Jika perjanjian jual-beli gas tertunda maka pelaksanaan proyek juga terancam molor. Ketika proyek molor, masa produksi menjadi pendek. Padahal kontrak Blok Cepu akan berakhir tahun 2035. Alhasil, total penerimaan dari produksi juga akan berkurang. "Sehingga keekonomian proyek turun dan diperlukan harga gas lebih tinggi,” kata Adriansyah.
Ia menjelaskan, fasilitas pengolahan gas ini berkapasitas 330 juta kaki kubik (mmscfd). Namun, karena gas dari lapangan tersebut mengandung karbondioksida (CO2) sebesar 35 persen, maka gas yang bisa terjual hanya 172 mmscfd.
Pertamina akan menyerap seluruh hasil produksi gas Lapangan Tiung Biru. Awalnya dari jumlah gas sebesar 172 mmscfd tersebut, sekitar 80 mmscfd akan dijual kepada PT Pupuk Kujang Cikampek (PKC). Namun, rencana itu batal karena harga yang ditawarkan kepada KPC dianggap terlalu mahal, yaitu US$ 8 eskalasi dua persen per mmbtu. Akhirnya, alokasi gas untuk PKC akan dialihkan ke Pertamina.
(Baca: Pemerintah Akan Kurangi Penerimaan Gas Jambaran-Tiung Biru)
PEPC saat ini masih menunggu persetujuan dari pemerintah mengenai realokasi gas tersebut. "Alokasi awal untuk PKC 80 mmscfd, ini yang harus direalokasi ke Pertamina, sehingga volume dalam PJBG adalah semua produksi Tiung Biru," kata Adriansyah.
Setelah itu, sebagian alokasi gas dari Pertamina akan dijual untuk PLN. Namun, sampai saat ini, belum terwujud perjanjian jual-beli tersebut. “Belum ada kesepakatan," kata Senior Vice President Upstream Strategic Planning and Operation Evaluation Pertamina Meidawati kepada Katadata, Kamis (17/11).
(Baca: Belanja Modal Proyek Tiung Biru di Blok Cepu Bisa Turun 10 Persen)
PLN menginginkan harga gas Tiung Biru lebih rendah dari US$ 8 dengan eskalasi 2 persen per mmbtu. "Itu harga tahun 2012, padahal baru berproduksi 2019," kata Chairani, beberapa waktu lalu.