Pemerintah melaporkan perkembangan megaproyek pembangkit listrik 35.000 megawatt (35 GW) ke Komisi Energi Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam pemaparannya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengklaim pembangunan program ini terus mengalami kemajuan.
Menurut Sudirman, idealnya, pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) merupakan langkah awal kemajuan program ini. Kemudian dilanjutkan dengan persiapan lelang, pelelangan, serta persiapan lahan dan perizinan. Begitu pula konstruksi dan pengujian merupakan langkah yang harus segera diambil.
“Kemajuan aktual program 35.000 MW, dari 85 lokasi pembangkit per 25 Mei 2016 adalah 24,9 persen,” kata Sudirman saat pemaparan di ruang rapat Komisi Energi, Jakarta, Selasa, 21 Juni 2016. Seperempat pembangunan ini berdasarkan masing-masing fase pembangkit, belum termasuk transmisi. (Baca: Rencana Proyek Listrik Disahkan, Menteri ESDM: Hentikan Polemik).
Secara lebih rinci, pembangunan pembangkit yang dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara telah terkontrak dan memasuki tahap konstruksi 2.883 MW atau 30 persen. Sedangkan yang belum terkontrak 6.755 MW atau 70 persen yang terdiri dari 3.275 MW atau 34 persen masih tahap perencanaan dan 3.480 MW atau 36 persen dalam tahap pengadaan.
Sedangkan, kemajuan pembangunan pembangkit oleh swasta, Independent Power Producer (IPP), yang sudah memasuki tahap konstruksi 8.320 MW atau 23 persen, 9.680 (26 persen) tahap PPA, 10.605 (29 persen) tahap pengadaan, dan 8.125 (22 persen) tahap perencanaan. (Baca: PLN Gandeng Kejaksaan Agung Kawal Proyek 35 GW).
Dengan demikian, secara keseluruhan status pembangkit program 35.000 MW berdasarkan fasenya, riciannya adalah 2.883 (30 persen) dalam tahap konstruksi, 9.680 MW (36 persen) memasuki tahap PPA, 3.480 MW atau 36 persen tahap pengadaan, dan 3.275 MW masih tahap perencanaan.
Dalam pembangunan pembangkit, masing-masing jenisnya memiliki tahapan waktu yang berbeda. Untuk pembangunan PLTU, kata Sudirman, dibutuhkan waktu 36 - 54 bulan, PLTU MT 42 - 54 bulan, PLTP 84 bulan, PLTMH 24 bulan, dan PLTG/PLTMG 12 - 24 bulan. Sementara itu proses PLTGU/MGU 24 bulan, PLTA 84 bulan, PLTD 6 - 12 bulan, PLTB 12 bulan, dan PLTS selama 12 bulan.
Meski demikian, Sudirman menyatakan masih banyak persoalan. Sedikitnya terdapat delapan masalah terkait pembangunan proyek ini. “Pembebasan dan pengadaan lahan, negosiasi harga antara PLN dengan IPP, proses penunjukan dan pemilihan IPP, proses perizinan baik nasional maupun daerah,” kata Sudirman.
Juga terkait, “Kinerja sebagian pengembang dan kontraktor yang tidak sesuai target, kapasitas manajemen proyek, koordinasi lintas sektor, dan jaminan pemerintah terkait tata ruang dan hukum, yang menjadi permasalahan di lapangan.” (Baca juga: Jokowi Perintahkan Pembangkit MPP Lombok Selesai Agustus).
Meskipun demikian, Sudirman yakin, proyek tersebut dapat berjalan maksimal dengan usaha yang keras. Penerbitan peraturan oleh pemerintah tentang percepatan program prioritas dapat menjadi landasan hukum agar semakin mulusnya pengerjaan proyek ini. Menurut Sudirman, 35.000 MW bukanlah sekedar target, namun merupakan kebutuhan listrik masyarakat ke depan.