KATADATA - Nasib proyek kilang atau Train 3 Tangguh masih tak menentu. Pengembangan proyek kilang ketiga di Papua oleh BP Indonesia itu terhambat oleh ketidakpastian kontrak pembelian hasil produksinya berupa gas alam cair (LNG).
Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Djoko Siswanto mengatakan, sampai saat ini PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) masih belum mau menandatangani kontrak jangka panjang pembelian gas alam cair produksi Train 3 Tangguh. Padahal, kontrak pembelian tersebut diperlukan sebagai jaminan agar pengembangan proyek Train 3 Tangguh dapat segera dimulai.
Apalagi, BP Indonesia memang masih kesulitan mencari pembeli LNG Train 3 dari dalam negeri. Hal ini sesuai dengan keinginan pemerintah, yaitu 40 persen produksi Train 3 harus dialokasikan di dalam negeri.
(Baca : Dicari : Pembeli LNG Tangguh Train 3 Secepatnya )
Djoko mengungkapkan, BP dan PLN masih belum menemukan titik temu terkait skema kontrak pembelian LNG tersebut. “BP Indonesia minta kontraknya jangka panjang, PLN belum mau teken,” katanya di Jakarta, Jumat pekan lalu (11/12).
Ia menduga, PLN belum mau mengikat pembelian LNG dari Train 3 Tangguh dengan kontrak jangka panjang karena memperhitungkan fluktuasi harga gas. Jika PLN melakukan kontrak jangka panjang maka akan diterapkan sistem “take or pay”. Artinya, meskipun PLN tidak mengambil gas tersebut, perusahaan BUMN itu harus membayar kepada BP dengan harga yang sesuai dengan kontrak.
Padahal, jika PLN tidak mengikatkan diri dengan kontrak jangka panjang, bisa membeli gas di pasar spot jika suatu saat nanti harganya lebih rendah daripada harga yang tercantum dalam kontrak. “Barangkali pada saat itu harga jual murah, mending (PLN) beli di pasar spot,” kata Djoko. Alternatif lainnya, PLN dapat menggunakan batubara sebagai bahan baku pembangkit listrik jika harga komoditas tersebut lebih murah dibandingkan harga gas.
(Baca : BP: 65 Persen Gas Train 3 Tangguh Sudah Dikontrak Pembeli )
Lantaran belum jua menemukan titik temu, BP Indonesia telah mengirimkan surat kepada Kementerian ESDM untuk membantu mencarikan solusi. Kementerian pun sudah menyiapkan surat balasannya. Dalam surat balasan itu, Djoko menjelaskan, BP Indonesia akan diizinkan mengekspor lebih banyak LNG tanpa terikat lagi dengan batasan 40 persen untuk jatah dalam negeri. Syaratnya adalah jika pelaku usaha di dalam negeri membutuhkan gas, maka BP akan memberikan prioritasnya. (Baca :Pemerintah Buka Opsi Ekspor Gas Train 3 Tangguh )
Namun, manajemen PLN malah mengaku sudah meneken kontrak perjanjian pembelian LNG produksi Train 3 Tangguh dengan BP Indonesia. Kepala Divisi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Gas PLN Chairani Rachmatullah mengatakan kontrak tersebut sudah diteken pada tahun lalu.
Dalam kontrak tersebut, PLN berkomitmen membeli LNG dari produksi Train 1, Train 2 dan Train 3 dalam jangka waktu 20 tahun. Untuk Train 3, PLN berkomitmen membeli 12 kargo LNG per tahun. Sementara untuk Train 1 dan Train 2 masing-masing 12 kargo per tahun. “Jadi nanti totalnya 24 kargo,” kata Chairani kepada Katadata, Senin (14/12).
Penjelasan Chairani juga berbeda dengan pernyataan Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM I.G.N. Wiratmaja Puja beberapa hari lalu. Ia menjelaskan, PLN hanya bisa menyerap maksimal dua kargo per tahun dari sekitar 14 kargo produksi Train 3 untuk pasar domestik. “Jadi masih ada sisa 12 lagi," katanya.