KATADATA - Investasi pembangkit listrik hingga kuartal III tahun ini masih jauh dari target. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi investasi pembangkit listrik hingga periode tersebut hanya 1,6 gigawatt (GW). Padahal targetnya tahun ini ada 3,8 GW pembangkit listrik yang mulai dibangun.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal BKPM Tamba Hutapea mengatakan meski dalam sembilan bulan realisasinya hanya 42 persen, tidak lantas membuat pemerintah menurunkan target investasi pembangkit listrik tahun ini. “Target tetap 3.800 megawatt hingga akhir tahun,” kata Tamba usai jumpa pers di Gedung BKPM, Jakarta, Rabu (28/10).
(Baca: Realisasi Investasi Sektor Energi Masih 45,6 Persen dari Target 2015)
Tamba tidak bisa memastikan berapa besar porsi investasi yang dilakukan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Beberapa investor lainnya berasal dari negara Asia, seperti Korea Selatan, Cina dan Jepang. Dia juga tidak bisa menyebut secara rinci porsi ketiga negara tersebut dalam investasi pembangkit listrik.
Total investasi yang digelontorkan investor untuk pembangunan pembangkit listrik berkapasitas 1,6 GW ini mencapai US$ 3,2 miliar atau Rp 43 triliun. Perhitungannya investasi untuk pembangkit listrik sebesar US$ 2 juta per megawatt (MW).
Sebelumnya, Deputi Pelaksanaan Penanaman Modal BKPM Azhar Lubis mengaku pihaknya mencatat izin prinsip pembangunan pembangkit listrik telah mencapai kapasitas 20 GW. Dia mengatakan akan mengawal izin tersebut sampai terrealisasi sehingga dapat menopang target pembangunan megaproyek listrik 35 GW.
Sedikit lebih terperinci, dari data tersebut diketahui ada realisasi investasi pembangkit oleh lima investor besar memiliki kapasitas produksi 8.800 megawatt dengan nilai investasi Rp 16 triliun. Mesin sumber listrik tersebut terdiri dari Pembangkit Listrik Tenaga Air dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap.
Agar realisasi investasi pembangkit bisa lebih besar lagi, Azhar meminta PLN menyediakan jaringan yang lebih memadai. Hal ini untuk mendukung investor smelter yang ingin membangun pembangkit listrik, agar listriknya bisa dibeli oleh PLN. "PLN dapat melakukan Purchasing Power Agreement (PPA), tapi mereka perlu jaringan terlebih dahulu," ujarnya.