RI Masuk Tiga Besar Penghasil Merkuri Dunia, KLHK Awasi Penambang Emas

ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
Ilustrasi, sejumlah ibu menambang emas secara tradisional dengan mendulang, di aliran Sungai Batang Kuantan, Nagari Silokek, Kab.Sijunjung, Sumatera Barat, Minggu (17/11/2019). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat pertambangan emas skala kecil (PESK) menghasilkan merkuri ketiga terbesar di dunia.
16/6/2020, 13.33 WIB

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau KLHK menyatakan Pertambangan Emas Skala Kecil atau PESK menjadi salah satu penyumbang emisi merkuri terbesar di dunia. Bahkan, Indonesia setidaknya melepaskan 340 metrik ton merkuri atau setara dengan 15 truk peti kemas per tahun.

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya Beracun (PSLB3) KLHK Rosa Vivien Ratnawati mengatakan data tersebut diambil dari beberapa sampel PESK maupun daerah-daerah tambang yang ditinggalkan. Kandungan merkuri tersebut telah mengontaminasi masyarakat sekitar.

"Kalau dihitung dari total penggunaan merkuri, Indonesia berada di urutan ketiga teratas penghasil utama merkuri secara global," ujar Rosa dalam Katadata Forum Virtual Series "Pengolahan Emas Rakyat Yang Bertanggung Jawab", Selasa (16/6).

Lebih lanjut, Rosa menjelaskan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Minamata. Adapun konvensi ini membicarakan mengenai penghapusan penggunaan merkuri di berbagai negara termasuk Indonesia.

Melalui kebijakan tersebut, Indonesia berkomitmen mengurangi maupun memusnahkan penggunaan merkuri oleh PESK. Hal tersebut tercermin dari Peraturan Presiden (Perpres) No.21 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.

(Baca: Korelasi Tambang Emas Ilegal dengan Banjir dan Longsor di Bogor)

(Baca: Negara Kehilangan Triliunan Rupiah Akibat Tambang Ilegal)

Selain itu, KLHK bekerja sama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dan Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) untuk mendukung upaya mengurangi penggunaan merkuri oleh PESK dan meningkatkan kondisi hidup para penambang emas.

"Salah satu targetnya memberikan inovasi teknologi yang bertanggung jawab dan ramah lingkungan kepada penambang emas skala kecil," ujarnya.

Direktur Verifikasi Pengelolaan Limbah B3 dan Limbah non-B3 KLHK Achmad Gunawan Widjaksono menambahkan, PESK sering dijumpai di 850 titik dengan potensi pencemaran yang cukup tinggi. Oleh karena itu, penghapusan penggunaan merkuri harus dilaksanakan karena bahan tersebut cukup berbahaya bagi organ tubuh manusia.

"Kita punya sejarah banyak terkait peristiwa keracunan merkuri. Kalau kita lihat Minamata yang ada di jepang, itu menjadi konvesi yang diingat," ujarnya.

(Baca: Pemerintah Larang 850 Tambang Rakyat Gunakan Merkuri)

Reporter: Verda Nano Setiawan