PT Indonesia Asahan Alumunium atau Inalum terpaksa menunda enam proyek BUMN pertambangan. Itu lantaran mobilitas peralatan terhambat akibat pandemi corona.
Direktur Utama Inalum Orias Petrus Moedak mengatakan pembangunan proyek besar yang dikerjakan holding BUMN pertambangan, MIND ID, tidak mungkin dilanjutkan dalam kondisi pandemi. "Proyek-proyek besar terdampak dengan sendirinya," ujar Orias dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VII, Selasa (30/6).
Berdasarkan paparan dari Orias, enam proyek tersebut diantaranya fasilitas pengolahan dan pemurnian smelter Grade Alumina Refinery (SGAR) di Mempawah dengan nilai investasi sebesar US$ 841 juta serta berkapasitas 1.000 Ktpa alumunia. Adapun proses pembangunan proyek tersebut telah memasuki tahapan early work (pematangan lahan) dan penyelesaian engineering design.
Selain itu, ada proyek pengembangan tungku reduksi smelter dan refinery alumina. Adapun, proyek itu membutuhkan nilai investasi sebesar US$ 107,7 juta dengan penambahan kapasitas produksi hingga 30 Ktpa aluminium.
"Ini 24 bulan masa konstruksi. Kami masih menunggu persiapan dari Tiongkok dan Timur Tengah. Mereka juga terdampak Covid-19," ujarnya.
(Baca: Berencana Efisiensi, Inalum Belum Pertimbangkan PHK Karyawan)
Berikutnya, Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Mulut Tambang Tanjung Enim, Sumatera Selatan. Proyek ini berkapasitas 2 x 621,72 MW dengan investasi mencapai US$ 1,68 miliar.
Adapun proyek itu dikerjakan oleh PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang bermitra dengan China Huadian Corporation. "Mitra Tiongkok kami itu mengalami penundaan, ada pergeseran EPC. Kalau sudah terbuka pergerakan dari Tiongkok bisa segera melanjutkan proyek itu," ujarnya.
Kemudian, proyek smelter feronikel (FeNi) oleh Antam yang membutuhkan nilai investasi sebesar US$ 289 juta. Padahal, konstruksinya telah mencapai 97,98%. Namun, smelter berkapasitas 13.500 ton Ni itu ditunda karena pasokan listrik terganggu.
"Kami bahas dengan PLN untuk PLN sediakan pembangkit. Kalau tidak mungkin kami cari dari sumber lain," ujarnya.
Selanjutnya, proyek smelter tin ausmelt di Bangka Barat yang memiliki kapasitas 40.000 ton crude tin dengan nilai investasi US$ 80 juta. Proyek tersebut ditargetkan beroperasi pada tahun depan. Adapun pengerjaan Engineering Procurement and Construction (EPC) direncanakan bakal berlanjut pada Oktober 2020.
"Peralatan sudah sampai tetapi untuk pembangunan menunggu dibukanya kesempatan kontraktor untuk ke sana. Semoga bisa dalam waktu dekaat karena EPC dikerjakan Wika," ujar Orias.
Dia pun menyebut smelter tembaga dan Precious Metal Refinery (PMR) milik PT Freeport Indonesia (PTFI). Smelter yang berlokasi di Java Integrated Industrial and Port Estate (JIPEE) Gresik itu memiliki nilai investasi sebesar US$ 3 miliar.
Kapasitas smelter tersebut mencapai 2 juta ton per tahun (konsentrat tembaga) dan kapasitas PMR 6000 ton/tahun (lumpur anoda). Pembangunan proyek tersebut telah memasuki tahapan pematangan lahan. Sedangkan kemajuan pembangunan fisik sampai akhir Mei 2020 mencapai 5,86%.
"Kami mengajukan permohonan delay karena pandemi corona," katanya.
(Baca: Inalum Proyeksi Setoran PNBP & Pajak Turun 50% Akibat Pandemi)