Pemerintah berupaya agar pengembangan Blok Masela tetap berjalan sesuai target. Salah satunya dengan memberikan intensif baru untuk Inpex Corporation selaku operator blok tersebut.
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi atau SKK Migas menyebut pihaknya tengah megkaji intensif penambahan bagi hasil untuk Inpex di Blok Masela. Hal itu sebagai upaya pemerintah mendukung pengembangan blok migas tersebut di tengah pandemi corona dan anjloknya harga gas.
Meski demikian, Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto mengatakan pihaknya harus memantau perkembangan harga gas terlebih dahulu sebelum memutuskan penambahan bagi hasil. Mengingat nilai keekonomian proyek Blok Masela bergantung pada harga jual gas.
"Proyek ini kan mulai 2027. Harga gas rendah sekarang, belum tentu besok seperti itu. Kami lihat keekonomiannya pas onstream," ujar Dwi saat ditemui di Gedung Kementerian ESDM, Jumat (7/8).
Pemerintah dan Inpex sebelumnya sepakat nilai investasi Blok Masela sebesar US$ 19,8 miliar. Dengan nilai tersebut, pemerintah akan mendapatkan bagi hasil minimal 50% dari produksi Blok Masela.
Jika investasi bisa lebih rendah, bagi hasil yang didapat pemerintah bisa lebih besar. Pasalnya, pemerintah menerapkan skema sliding scale dalam kontrak bagi hasil cost recovery Blok Masela.
SKK Migas pun menargetkan produksi Blok Masela bisa mencapai 10,5 ton LNG per tahun. Produksi itu terdiri dari LNG sebesar 9,5 MTPA atau setara 330 ribu boepd dan gas pipa sebesar 150 MMscfd atau setara 1 juta ton LNG per tahun.
SKK Migas menetapkan asumsi harga minyak sepanjang produksi Blok Masela di kisaran US$ 65 per barel. Dengan begitu, harga LNG berkisar US$ 7,4 per mmbtu dan gas pipa US$ 6 per mmbtu. Dengan asumsi harga tersebut, pemerintah akan menerima sekitar US$ 39 miliar atau setara Rp 542,49 triliun sejak Blok Masela berproduksi pada 2027 sampai 2055.