Keuangan Makin Terpuruk, Exxon Berencana Pangkas Karyawan

Arief Kamaludin|KATADATA
Ilustrasi. Exxon Mobil Corp dikabarkan akan melakukan pemotongan besar-besaran pada karyawan dan proyeknya.
Penulis: Sorta Tobing
8/9/2020, 17.10 WIB

Kondisi keuangan Exxon Mobil Corp semakin terpuruk akibat pandemi corona. Perkiraannya situasi ini mengharuskan perusahaan minyak dan gas bumi (migas) terbesar Amerika Serikat itu melakukan pemotongan besar-besaran pada karyawan dan proyeknya.

Melansir dari laporan Reuters, Selasa (8/9), di bawah Kepala Eksekutif Darren Woods, perusahaan berusaha kembali meraih masa jayanya, seperti di abad ke-20, dengan bertaruh di ladang minyak shale di AS, jaringan pipa, kilang, dan pabrik plastik.

Penurunan tajam permintaan dan harga minyak akibat pandemi Covid-19 telah menghancurkan rencana Woods. Padahal, ia menargetkan menghabiskan US$ 30 miliar per tahun hingga 2025 untuk berbagai proyek migas. Tahun ini perusahaan terpaksa menggandakan utangnya dengan meminjam US$ 23 miliar atau sekitar Rp 340 triliun (dengan kurs Rp 14.800 per dolar AS).

Pada Juli lalu, perusahaan melaporkan kerugian kuartalan berturut-turut pertama sepanjang sejarahnya. Perkiraannya, menurut Refinitiv, kerugian Exxon sepanjang tahun ini mencapai US$ 1,86 miiar.

Kas Exxon pada tahun ini diperkirakan sekitar $ 17,4 miliar. Angkanya kurang US$ 20 miliar dari kebutuhan dana yang diperlukan untuk investasi dan pembagian dividen yang telah terpotong sebelumnya. Kekurangan dananya pada 2021 diprediksi mencapai US$ 48 miliar. 

Para analis percaya, Exxon bakal kembali memotong dividen tahun depan. Kinerja sahamnya anjlok. Sejak Woods memegang kendali pada 1 Januari 2017, sahamnya turun 56% ke US$ 39,08 per lembar pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu.

Perusahaan telah keluar dari indeks utama Wall Street, Dow Jones Industrial Index, setelah 92 tahun berada di dalamnya. Posisinya tergeser oleh perusahaan teknologi Salesforce. Hanya Chevron, satu-satunya perusahaan migas, yang masih masuk dalam indeks tersebut.

Saat ini perusahaan sedang meninjau berbagai proyeknya di seluruh dunia. Peninjauan itu termasuk memotong biaya operasional. Reuter menyebut ribuan karyawan terancam kena pemutusan hubungan kerja alias PHK dan tunjangan pensiun pun bakal terpotong signifikan.

Rincian pemotongan biaya tersebut baru akan terungkap pada awal tahun depan. “Kami berkomtimen pada prioritas alokasi modal, berinvestasi dalam proyek yang menguntungkan, membayar dividen yang andal, serta menjaga neraca keuangan yang kuat,” kata juru bicara Exxon, Cassey Norton.

Langkah Penghematan Exxon

Harga minyak sepanjang tahun ini telah turun 35%. Perusahaan migas BP, Royal Dutch Shell, Total, dan Repsol telah memotong miliaran dolar aset minyak dan gasnya. Namun, Exxon belum melakukan langkah serupa.

Sebagian besar perusahaan migas di Eropa mengambil langkah menambah portofolio energi terbarukan dan listrik sebagai langkah pelindung dari penurunan harga minyak. BP berencana mengurangi produksi bahan bakar fosilnya hingga 40% pada 2030 dan berencana menjual aset migasnya jika harga minyak membaik.

Exxon dikabarkan sedang melakukan langkah penghematan. Pembangunan fasilitas gas alam cair atau LNG senilai US$ 10 miliar di Texas, AS akan tertunda setahun. Proyek LNG di Mozambik kemungkinan tidak akan ada keputusan investasi sampai 2023. Begitu pula proyek ekspor LNG Exxon di Papua Nugini.

Di Meksiko, Exxon kemungkinan akan mengurangi aktivitas lepas pantai setelah sumur pertamanya tidak komersial. Perusahaan akan fokus pada impor bahan bakar dan penjualan eceran.

Di Indonesia, Exxon sempat menyebut rencananya untuk melakukan eksplorasi migas di wilayah terbuka. Presiden ExxonMobil Cepu Limited Louise McKenzie mengatakan langkah ini sebagai cara untuk menemukan cadangan baru. “Tim kami mencari peluang, ke mana-mana,” katanya saat ditemui di Bojonegoro, Jawa Timur, pada 17 Desember 2019.

Tapi sampai sekarang eksekusi rencana tersebut belum terang benar. Yang jelas, SKK Migas telah meminta ExxonMobil untuk meningkatkan produksi di Blok Cepu hingga 235 ribu barel per hari (bopd) pada tahun ini. Blok minyak ini menjadi salah satu andalan untuk menaikkan produksi siap jual atau lifting minyak nasional.

Reporter: Verda Nano Setiawan