Pupuk Indonesia Akui Proyek Gas Cirebon-Semarang Tak Ekonomis Lagi

Arief Kamaludin|Katadata
Ilustrasi. PT Pupuk Indonesia (Persero), induk usaha PT Rekayasa Industri (Persero), menyebut proyek pipa gas Cirebon-Semarang tidak layak secara keekonomian.
29/9/2020, 18.17 WIB

PT Rekayasa Industri (Persero) atau Rekind tak kunjung juga memberikan kepastian kelanjutan pembangunan ruas transmisi pipa gas Cirebon-Semarang alias Cisem. Induk usahanya, PT Pupuk Indonesia (Persero), malah menyebut proyek ini tidak layak secara keekonomian.

Direktur Utama Pupuk Indonesia Bakir Pasaman mengatakan hal itu berdasarkan laporan analisis yang ia terima. Proyek Cisem dari tahun 2006 hingga 2020 menunjukan keekonomian yang tak masuk untuk dikerjakan sekarang. "Keekonomiannya berubah, cost juga berubah," kata dia dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR, Selasa (29/9).

Perusahaan siap untuk duduk bersama dengan pihak terkait. Apalagi Rekind juga telah melakukan berbagai kajian, seperti analisis dampak lingkungan atau Amdal dan studi pembuatan desain detail (FEED). "Rekind siap untuk melakukan pembangunannya seandainya jika diharuskan di Cisem," ujar dia.

Anggota DPR Komisi VII Ridwan Hisjam berpendapat ekonomis atau tidaknya proyek pipa tergantung pada tarif toll fee. Ia heran dengan hasil analisis yang menyebutkan proyek kurang ekonomis. Padahal, Direktur Utama Rekind Yanuar Budinorman sebelumnya telah mengeluarkan angka untuk proyek Cisem estimasi biayanya US$ 317 juta.

Rencananya, perusahaan akan membangun secara dua tahap. "Nilai proyeknya baru disampaikan di Agustus akhir lalu pada saat rapat koordinasi," ujarnya.

Wakil Komisi VII DPR RI Eddy Suparno mendesak agar Pupuk Indonesia segera memberikan kepastian terkait rencana pembangunan proyek tersebut. Persoalannya telah menjadi lingkaran setan yang terlalu lama.

Pada Januari lalu, Komisi VII mendapat surat dari Rekind atas komitmennya untuk segera membangun pipa gas Cisem. Namun, perusahaan sekarang menyebut secara keekonomian proyek Cisem telah berubah. "Jadi ini ada conflicting message. Kalau ada perbedaan yang siginifikan, maka harus dibicarakan ke stakeholder, jangan disampaikan ke publik," katanya.

Kepala BPH Migas M Fanshurullah Asa pun dalam waktu dekat akan mengundang Rekind berserta Pupuk Indonesia untuk segera membuat keputusan terkait kelanjutan dari proyek. Pasalnya, perusahaan sempat mengtakan siap membangun proyek gas pipa Cisem ini. "Kami mengimbau, misalnya meminta perubahan keekonomian karena tidak lagi sesuai dengan semangat hasil lelang,” ucapnya.

Rekind dan PGA Belum Sepakat Soal Volume Gas

Sebelumnya, Anggota Komite BPH Migas Jugi Prajogo mengatakan realisasi pembangunan proyek Cisem sangat bergantung pada penandatanganan perjanjian pengangkutan gas atau GTA antara Rekind dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. Targetnya pada akhir bulan ini kedua pihak mencapai kesepakatan.

Pada Kamis pekan lalu seharusnya BPH Migas mengadakan pertemuan dengan dua perusahaan pelat merah tersebut. “Namun, batal. Pertemuannya untuk memastikan dukungan dari pemegang saham atas pembiayaan pipa tersebut,” katanya pekan lalu.

Jugi menduga sulitnya pembangunan proyek ini lantaran PGN, selaku shipper, tak berani memasang volume gas secara besar. Lalu, Rekind perlu kepastian volume yang dapat menutup biaya investasi. "Hal-hal tersebut kiranya yang menjadi ganjalan GTA," katanya.

Shipper merupakan istilah dalam industri hilir migas untuk produsen, pedagang atau pembeli gas bumi yang memanfaatkan pipa pengangkutan yang dimiliki atau dikuasai transporter (badan usaha yang memiliki izin angkut gas).

Pasokan gas ke pipa itu nantinya akan terpenuhi dari Lapangan Gas Unitisasi Jambaran-Tiung Biru (JTB) yang dioperasikan Pertamina EP Cepu. Pemerintah daerah juga telah menyiapkan beberapa kawasan industri yang nantinya disiapkan untuk menyerap gas tersebut. Misalnya, kawasan industri Kendal, kawasan industri Batang, dan kawasan Demak.

Reporter: Verda Nano Setiawan