Rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPTL periode 2021-2030 hingga kini tak kunjung rampung. Padahal, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sebelumnya menargetkan dapat selesai pada akhir Januari lalu.
Direktur Pembinaan Program Ketenagalistrikan Jisman Hutajulu mengatakan telah melakukan evaluasi dan mengembalikan draf rencana usaha itu ke PLN untuk diperbaiki. “Tenggatnya sampai pertengahan Februari. Evaluasi, lalu masuk substansi," kata dia kepada Katadata.co.id, Selasa (2/2).
Sebelumnya, Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengatakan penyusunan RUPTL masih berlangsung. Pemerintah tetap berkomitmen pada Perjanjian Paris, untuk target bauran energi sebesar 23% di 2025.
Menurut dia, pemerintah memang masih terus melakukan diskusi dengan PLN terkait draf setebal 841 halaman itu. Menteri ESDM Arifin Tasrif disebut memberikan beberapa perbaikan. “Sudah menuju ke arah selesai,” ujar Rida.
Pandemi Covid-19 telah berpengaruh besar pada proyek listrik yang ada dalam RUPTL. Dampaknya, ada jadwal pengoperasian yang terpaksa tertunda.
Pemerintah juga mempertimbangkan mengurangi jumlah pembangkit yang akan dibangun pada 2030. Pengurangan kapasitasnya mencapai 15,5 gigawatt. “Dengan sendirinya jumlah tambahan pembangkit akan berkurang dalam 10 tahun ke depan,” katanya.
Rida memperkirakan rata-rata pertumbuhan listrik tahun ini hanya sekitar 4,9%. Angkanya turun dibandingkan proyeksi sebelumnya di 6,4%.
Penurunan angka tersebut berkaca pada kondisi 2020. Konsumsi listrik menurun. Begitu pula dengan investasi di sektor ini. Realisasinya sekitar US$ 7 miliar atau Rp 97 trilun. Angkanya 59% meleset dari target. Untuk tahun ini, investasi di sektor kelistrikan diperkirakan bakal mencapai US$ 9,9 miliar.
Kementerian ESDM mencatat pembangunan pembangkit sepanjang 2020 mencapai 2.866,6 megawatt atau hanya 55% dari patokan pemerintah. Penambahan transmisi tercatat 2,648 kilometer sirkuit (kms) atau 59% dari target. Untuk gardu induk hanya 55% dari patokan atau 7.870 mega-Volt Ampere (MVA).
Penambahan jaringan distribusi tercatat hanya 27.434 kilometer sirkuit atau 59% dari target. Sedangkan penambahan gardu distribusi mencapai 2.590 mega-Volt Ampere atau 81% dari rencana pemerintah.
RUPTL Perlu Lebih Realistis
Direktur eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan sebelumnya mengatakan RUPTL 2021-2030 perlu lebih realistis, mengingat konsumsi listrik akibat pandemi cukup rendah. Pemerintah sebaiknya merevisi program pembangunan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) 35 ribu megawatt sehingga tidak memberatkan PLN.
Selain itu, perlu perubahan skema take or pay dan renegosiasi tarif produsen listrik swasta atau IPP yang telah berjalan. Tujuanya, agar pembangkit yang berbiaya tinggi seperti bahan bakar diesel alias PLTD dapat diganti dengan yang lebih ramah lingkungan.
Hal ini pun sesuai dengan amanat rencana umum energi nasional alias RUEN, yaitu target bauran energi pada 2025 adalah 23%. Apalagi, undang-undang EBT diprediksi bakal disahkan pada 2021 mendatang.
Ia berharap kondisi surplus listrik tidak membuat energi baru terbarukan kembali dikorbankan. Justru saat ini momen yang tepat untuk menghentikan pembangkit beremisi karbon tinggi. "Tantangan ke depan saya kira transisi energi fosil ke EBT," ujarnya.