Banjir Besar Kalsel
Banjir besar di Kalimatan Selatan pada awal tahun ini menyebabkan 24.379 rumah terendam, 39.549 warga mengungsi, dan 21 orang meninggal dunia.
Jaringan Advokasi Tambang alias Jatam berpendapat masalah tata guna lahan, terutama di bagian hulu dan kawasan hutan Kalsel, yang amburadul menjadi penyebab utama banjir. “Lahan itu dialihfungsikan untuk tambang yang menyebabkan daya serap air berkurang drastis,” kata Kepala Kampanye Jatam Melky Nahar kepada Katadata.co.id beberapa waktu lalu.
Jaringan organisasi non-pemerintah itu menemukan sejumlah daerah aliran sungai atau DAS Sungai Barito telah dibebani izin dan aktivitas tambang, terutama batu bara. Para perusahaan sebenarnya memiliki kewajiban melakukan reklamasi lahan bekas tambang, tapi realisasinya jauh dari harapan.
Misalnya, dari total 814 lumbang tambang di provinsi itu, menurut data pemerintah daerah setempat, baru 6 ribu hektare yang direklamasi. Jumlah itu pun lebih sedikit dari luasan tambang di sana yang pada 2016 mencapai 1,2 juta hektare. “Pemda dan pemerintah pusat bahkan tak berani membuka data soal perusahaan apa saja yang tidak melakukan reklamasi,” uarnya.
Dugaannya, ketidakterbukaan data bisa jadi karena pihak perusahaan tidak menyetor dana jaminan reklamasi. Atau malah dana itu disalahgunakan oleh oknum tertentu.
Selain itu, Kementerian ESDM menjadi salah satu simpul birokrasi biang kehancuran lingkungan. Sejumlah kewenangan strategisnya, menurut Melky, mengobral izin tambang.