Harga minyak melanjutkan penurunannya pada perdagangan pekan ini, Senin (22/3). Pelaku pasar khawatir permintaan energi turun karena Eropa kembali melakukan pembatasan gerak sosial atau lockdown.
Data Bloomberg menunjukkan harga minyak jenis Brent turun 0,14% menjadi US$ 64,44 per barel. Lalu, harga West Texas Intermediate (WTI) berkurang 0,75% menjadi US$ 60,96 per barel pada pukul 10.11 WIB.
Sepanjang pekan lalu harga minyak Brent telah turun lebih dari 7%. “Kenyataannya adalah kita masih jauh dari pemulihan permintaan (minyak),” kata kepala strategi pasar global Axi Stephen Innes, dikutip dari Reuters.
Melansir dari BBC, lonjakan kasus Covid-19 sedang terjadi di Eropa. Pemerintah beberapa negara, seperti Prancis dan Polandia, memutuskan untuk melakukan penerapan karantina dan membatasi kegiatan bisnis.
Jerman berencana memperpanjang lockdown untuk menahan laju infeksi Covid-19. Peningkatan kasusnya diperkirakan akan menyebabkan rumah sakit di negara itu kewalahan.
Di saat yang sama, program vaksinasi virus corona di Benua Biru juga tertunda. Meskipun ada jaminan vaksin AstraZeneca aman dan efektif dari regulator obat-obatan Eropa, beberapa negara tetap enggan memakainya.
Jerman, Italia, Prancis, Spanyol, dan Belanda termasuk di antara negara yang telah memulai kampanye vaksin tersebut. Finlandia memutuskan untuk menunda setelah adanya dua laporan pembekuan darah pada pasien yang menerima suntikan AstraZeneca.
Brent Bakal Sentuh US$ 80 per Barel
Perusahaan investasi Goldman Sachs, mengutip dari Reuters, melihat penurunan harga minyak sebagai peluang untuk membeli. Perkiraannya Brent dapat mencapai US$ 80 per barel pada musim panas tahun ini.
Brent sempat melonjak ke atas US$ 70 per barel pada 8 Maret lalu. Lalu, harga perlahan-lahan turun di bawah angka itu.
Goldman melihat penurunan tajam tersebut akan menjadi penyeimbang pasar minyak dalam beberapa bulan mendatang. Hambatan tebesar adalah permintaan energi dari Uni Eropa dan pasokan minyak dari Iran
Perkiraannya, produksi OPEC+ akan naik 2,8 juta barel per hari pada Agustus 2021. Angkanya jauh di atas peningkatan produksi yang Badan Energi Internasional (IEA) prediksi.
“Kami memperkirakan pasar minyak tetap defisit 2,5 juta barel per hari mulai Februari. Ekspor Iran telah naik 0,7 juta barel per hari secara year-on-year,” tulis Goldman dalam laporannya pada 18 Maret lalu.
Goldman melihat akan terjadi permintaan minyak dalam beberapa bulan ke depan. Indikatornya adalah program vaksinasi Covid-19 di banyak negara akan segera memulihkan kondisi ekonomi.