PT Indika Energy Tbk (INDY) menyampaikan telah kehilangan potensi pendapatan imbas kebijakan harga batu bara untuk kebutuhan dalam negeri atau domestic market obligations (DMO).
Pasalnya harga jual batu bara untuk pasar domestik, khususnya untuk kebutuhan pembangkit listrik PLN dipatok US$ 70 per ton, jauh di bawah harga ekspor yang telah menyentuh US$ 140 per ton atau harga acuan Indonesia US$ 130 per ton.
Director and Group Chief Financial Officer Indika Energy, Retina Rosabai, menjelaskan bahwa pendapatan meningkat tajam imbas kenaikan harga batu bara di pasar ekspor. Namun, di sisi lain penjualan untuk sektor kelistrikan di dalam negeri juga meningkat tajam melebihi batas pemenuhan DMO yang sebesar 25% dari volume.
Hal tersebut pun berdampak pada keuntungan yang seharusnya didapatkan perusahaan. "Batas (volume) DMO itu 25%, pada semester I ini kami telah mencapai 35%," kata Retina dalam konferensi pers secara virtual, Rabu (4/8).
Padahal kalau dilihat dari segi penjualan tersebut, laba bersih perusahaan seharusnya bisa lebih tinggi US$ 12 juta. Namun karena perusahaan memasok batu bara untuk kebutuhan DMO lebih 1,9 juta ton dari batas volume 25%, mengakibatkan rata rata penjualan yang bisa dicapai perusahaan menjadi lebih rendah.
"Kalau kami bisa menjual 1,9 juta ton itu ke pasar ekspor, potensi daripada 1,9 juta itu adalah sekitar US$ 12 juta. Jadi kalau kami ekspor semua (laba) bisa menjadi US$ 24 juta," kata dia. Simak kinerja ekspor batu bara Indonesia pada databoks berikut:
Untuk diketahui, Indika membukukan laba bersih senilai US$ 12 juta di semester I 2021. Angka tersebut membalikkan kinerja pada periode yang sama tahun sebelumnya yang membukukan rugi US$ 21,91 juta.
Membaiknya kinerja perusahaan tak lepas dari naiknya pendapatan. Pada periode enam bulan pertama tahun ini Indika membukukan pendapatan US$ 1,28 miliar, naik 14,1% secara tahunan, dari US$ 1,12 miliar pada semester I 2020.
Peningkatan pendapatan terutama berasal dari PT Kideco Jaya Agung (Kideco) yang mencatat kenaikan harga jual rata-rata batu bara sebesar 21,9% dari US$ 39,8 menjadi US$ 48,6 per ton. Kideco juga membukukan kenaikan volume penjualan batu bara 8,5% dari 16,6 juta ton menjadi 18,1 juta ton.
Dari volume tersebut, Kideco memasarkan 6,4 juta ton, 35% diantaranya untuk DMO, jauh melebihi kewajiban yang diamanatkan undang-undang sebesar 25%. Sementara itu volume penjualan batu bara untuk pasar ekspor mencapai 11,7 juta ton dengan negara tujuan Tiongkok, India, dan negara-negara Asia Tenggara lainnya.
Anak usaha Indika lainnya juga berkontribusi terhadap naiknya pendapatan, yakni PT Petrosea Tbk. yang pendapatannya naik 9,9% berkat meningkatnya kinerja di bidang kontrak pertambangan.
Demikian pula perusahaan tambang batu bara PT Multi Tambangjaya Utama (MUTU) sebesar 75,1% yang disebabkan kenaikan volume penjualan batubara dari 0,6 juta ton menjadi 0,9 juta ton. MUTU juga mencatat kenaikan harga jual rata-rata batu bara sebesar 30,4% dari US$ 63,1 menjadi US$ 82,3 per ton.
Sementara itu perusahaan lainnya seperti perusahaan transportasi dan logistik laut PT Mitrabahtera Segara Sejati Tbk. (MBSS), dan perusahaan logistik terintegrasi PT Interport Mandiri Utama (Interport) juga berkontribusi positif terhadap meningkatnya pendapatan Indika.