Gasifikasi Batu Bara Kembali Dituding Tak Tepat Gantikan LPG

ANTARA FOTO/Yusran Uccang/rwa.
Ilustrasi. GM Pertamina Region Sulawesi Rama Suhut (tengah) melakukan pengisian gas saat mengecek ketersedian BBM dan LPG di Stasiun Pengisian Bahan Bakar LPG Makassar di kawasan Terminal BBM Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (7/5/2021).
2/12/2021, 17.20 WIB

Rencana pengembangan gasifikasi batu bara berkarbon rendah menjadi dimethyl eter atau DME masih menuai pro-kontra. Lebih-lebih terkait kemungkinan DME ini menggantikan sepenuhnya peran liquefied petroleum gas (LPG).

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menilai, sebaiknya proyek DME ditunda terlebih dulu. Hal ini mengingat tidak sepenuhnya infrastruktur di LPG dapat diterapkan pada proyek energi baru ini. "Tabungnya perlu spek baru dan regulatornya perlu spek baru," kata Komaidi dalam "Zooming with Primus | Dekarbonisasi dan Pemanfaatan Gas Bumi", Kamis (2/12).

Menurut dia lebih baik pemerintah melanjutkan program yang sudah ada. Salah satunya yakni menggenjot pembangunan jaringan gas bumi untuk rumah tangga atau jargas. Jika penggunaan gas rumah tangga semakin masif, konsumsi LPG pun dipastikan berkurang.

Di samping itu, infrastruktur jaringan gas atau jargas dapat digunakan pada kompor yang menggunakan LPG. "Kalau LPG berkurang, impor berkurang. Sehingga, tahapannya harus konsisten," katanya. "Program jargas lebih dulu dari DME. Kembangkan dulu, kalau kurang nanti baru DME."

Direktur Pembinaan Program Migas Kementerian ESDM, Dwi Anggoro Ismu Kurnianto mengatakan pihaknya tetap konsisten dalam meggenjot pembangunan jargas di Indonesia. Bahkan pada 2030 mendatang, pemerintah menargetkan 10 juta sambungan rumah tangga.

Kemudian pada 2060, diharapkan 23 juta sambungan gas rumah tangga dapat terbangun. Dari sisi harga dan keamanaan, jargas juga jauh berbeda dengan LPG. Setidaknya jargas lebih aman dibandingkan LPG. 

"Ini merupakan kegiatan yang akan terus berlanjut sebagai era transisi energi. Konversi gas ini juga untuk nelayan dan rumah tangga akan terus dikembangkan," ujarnya

Pemerintah saat ini berencana menggenjot pengembangan proyek gasifikasi batu bara berkarbon rendah menjadi dimethyl eter atau DME. Produk DME disiapkan untuk menggantikan Liquefied Petroleum Gas (LPG) dalam memenuhi kebutuhan bahan bakar untuk memasak.

DME diarahkan sebagai substitusi gas elpiji yang digunakan untuk menggantikan minyak tanah. Kementerian ESDM mencatat 75% penggunaan LPG berasal dari impor.

ESDM telah merampungkan uji penggunaan DME 100% kepada 155 kepala keluarga yang tinggal di wilayah Kota Palembang dan Muara Enim, Sumatera pada Desember 2019 hingga Januari 2020. Dari pemakaian ini, secara umum dapat diterima oleh masyarakat.

Uji penerapan DME DME 20%, 50%, dan 100% juga dijalankan di Kecamatan Marunda, Jakarta yang melibatkan 100 kepala keluarga pada 2017.

Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana beberapa waktu lalu menyatakan, karakteristik DME memiliki kesamaan baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG. Karena itu, DME dapat menggunakan infrastruktur LPG seperti tabung, storage dan handling eksisting. "Campuran DME sebesar 20% dan LPG 80% dapat digunakan kompor gas eksisting," kata Dadan.

Kelebihan lain dari DME yakni dapat diproduksi dari berbagai sumber energi, termasuk bahan yang dapat diperbarui. Antara lain biomassa, limbah dan Coal Bed Methane (CBM). Namun saat ini, batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.

Reporter: Verda Nano Setiawan