Produsen Batu Bara yang DMO-nya Lebih 76% Dikabarkan Boleh Ekspor Lagi

ANTARA FOTO/Nova Wahyudi/wsj.
Pekerja melintas di dekat kapal tongkang pengangkut batubara di kawasan Dermaga Batu bara Kertapati milik PT Bukit Asam Tbk di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (4/1/2022).
6/1/2022, 12.46 WIB

Ia menilai keputusan larangan ekspor dalam rangka pemenuhian DMO 2022 tidak tepat karena pelaksanaan DMO dilakukan dalam setahun yang dihitung dari Januari hingga Desember.

Selain itu pasokan batu bara ke PLTU PLN maupun IPP bergantung pada kontrak penjualan dengan masing-masing pemasok serta implementasi ketentuan yang telah disepakati dalam kontrak tersebut.

"Anggota APBI telah berupaya maksimal memenuhi kontrak dan aturan penjualan batu bara untuk kelistrikan nasional sebesar 25% di tahun 2021, bahkan sebagian telah memasok lebih dari kewajiban DMO tersebut, juga kebijakan harga patokan maksimal," kata Pandu.

Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) menilai kebijakan larangan ekspor batu bara sementara yang dikeluarkan Dirjen Minerba dan didukung kementerian terkait akan berdampak sistemik dan masif. Ketua Umum Perhapi, Rizal Kasli mengatakan terdapat kerugian langsung yang ditimbulkan akibat kebijakan tersebut.

Di antaranya seperti kapal yang sudah terisi penuh oleh muatan batu bara harus dialihkan ke PLN, yang secara kontrak komersial harga batu baranya lebih rendah daripada harga jual ke luar negeri. Padahal, kualitas batu bara tersebut belum tentu sesuai dengan spesifikasi yang dibutuhkan PLN untuk pembangkit listrik.

Sedangkan tidak semua penambang memiliki kontrak bersama PLN, dengan alasan baik kualitas batu bara yang tidak sesuai dengan spesifikasi dan hal lainnya. "Bisa dibayangkan berapa kerugian yang akan dialami untuk waktu yang lama jika penghentian ini berlanjut dalam waktu yang lama," ujar Rizal kepada Katadata.co.id, Selasa (4/1).

Biaya demurrage bagi kapal yang berasal dari buyer luar negeri, yang akan dibebankan kepada produsen batu bara/penjual/pengirim dengan nilai yang bervariasi mulai dari US$ 20,000-40,000 per hari. Mengingat, harus menunggu kargo untuk dipenuhi dan tidak sesuai dengan laycan kapal yang disepakati dalam kontrak.

Selain itu, kebijakan larangan ekspor ini juga akan menyebabkan banyak sengketa. Kredibilitas Indonesia sebagai pengekspor batu bara pun akan turun yang dapat berpotensi mengurangi minat investasi dan perdagangan kepada Indonesia.

Namun dia menilai Dirjen Minerba tidak akan membuat kebijakan ekstrim, jika pengusaha atau perusahaan pemasok batu bara mempunyai niat baik dan bertanggung jawab, khususnya untuk konsisten menyuplai batu bara sesuai aturan DMO.

Halaman:
Reporter: Verda Nano Setiawan