PLN Siap Konversi LPG ke Kompor Induksi, Tekan Impor dan Hemat APBN

PLN
Penulis: Padjar Iswara - Tim Riset dan Publikasi
15/2/2022, 17.19 WIB

PT PLN (Persero) siap mendukung program konversi kompor Liquified Petroleum Gas (LPG) ke kompor induksi pada tahun ini.

Langkah ini untuk mendukung upaya pemerintah membangun kemandirian energi dan juga menghemat anggaran pendapatan belanja negara (APBN).

Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo menjelaskan, saat ini impor LPG dari tahun ke tahun terus naik seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat. Pada 2024 diprediksi impor LPG bisa mencapai Rp67,8 triliun.

Dengan beralih ke kompor induksi, ketergantungan terhadap impor LPG bakal berkurang secara bertahap sehingga bakal mendorong kemandirian energi.

Tak hanya itu, masalah defisit transaksi berjalan ( current account defisit/CAD) akibat impor LPG secara perlahan juga dapat diselesaikan.

Dia mengatakan, arahan Presiden Joko Widodo di Istana Bogor sudah sangat jelas, yaitu untuk mengubah energi berbasis impor ke energi berbasis domestik.

“Salah satunya melalui konversi penggunaan kompor LPG ke kompor induksi," ujar Darmawan.

Tak hanya angka impor, langkah konversi ini juga bakal menekan subsidi LPG dalam APBN yang terus membengkak. Pada tahun ini saja pemerintah menganggarkan Rp61 triliun untuk subsidi LPG. Angka ini akan terus naik menjadi Rp71,5 triliun pada 2024.

Saat ini, pemakaian LPG memang dianggap seakan-akan lebih murah dari kompor listrik. Padahal kalau dicermati, harga LPG di pasaran merupakan harga dengan subsidi dari APBN.

Harga keekonomian LPG sebelum disubsidi APBN sebenarnya Rp13.500 per kg, tapi harga Eceran Tertinggi (HET) LPG bersubsidi dipatok hanya Rp7.000 per kg. Artinya, pemerintah mengeluarkan anggaran Rp6.500 untuk mensubsidi LPG setiap kilogramnya.

"Jadi seakan-akan LPG ini lebih murah dari kompor listrik. Padahal itu membebani APBN. Ada komponen subsidi dari APBN sekitar Rp6.500 per kilogram," ujar Darmawan.

Jika menghitung perbandingan berbasis kalori, 1 kg LPG setara dengan 7 kWh listrik. Harga keekonomian 1 kg LPG sebesar Rp13.500 jelas lebih mahal dibanding 7 kWh listrik yang biayanya sekitar Rp10.250. Artinya harga keekonomian menggunakan LPG lebih mahal Rp3.250 per kg dibandingkan dengan pemanfaatan listrik.

PLN menilai konversi ke kompor induksi akan menjadi pintu masuk kemandirian energi dari sebelumnya mengimpor menjadi pemanfaatan listrik yang bersumber dari energi domestik.

"Ini agenda bersama. Kita (masyarakat) bergotong royong untuk menuju kedaulatan energi di Indonesia,” ujar Darmawan,”apalagi sumber energi domestik kita sekarang melimpah dan dapat dimanfaatkan."

Darmawan berpendapat  subsidi yang selama ini digunakan untuk membiayai LPG, ke depan sebaiknya dimanfaatkan untuk program yang lebih berdampak untuk masyarakat. “Seperti pendidikan, infrastruktur, air bersih, dan sebagainya," ujarnya.

Adapun terkait pasokan setrum, dia mengatakan suplai listrik di seluruh sistem kelistrikan dalam kondisi cukup. Hingga satu setengah tahun ke depan, PLN mempunyai cadangan daya hingga 7 gigawatt (GW).  Dengan program tersebut, akan ada peningkatan kebutuhan listrik.

“Proyeksi kami, serapan listrik akan meningkat hingga 13 GW. Ini akan meningkatkan kondisi perusahaan dan keuangan negara tentunya," ujar Darmawan.