Vale dan Huayou Bangun Smelter Nikel Pomalaa Tanpa PLTU Batu Bara

123RF.com/Chutima Chaochaiya
Ilustrasi smelter minerba
28/4/2022, 22.19 WIB

PT Vale Indonesia bersama dengan Zhejiang Huayou Cobalt Company telah menandatangani Perjanjian Kerangka Kerjasama untuk mengembangkan proyek peleburan dan pemurnian (smelter) nikel di Pomalaa, Kolaka, Sulawesi Tenggara pada Rabu (27/4). Dua perusahaan tersebut sepakat untuk tidak menggunakan pembangkit listrik tenaga batu bara dalam pengembangan proyek.

“Kami menghargai bahwa mitra kami datang dengan agenda rendah karbon, bukan untuk menggunakan pembangkit listrik tenaga batu bara. Ini merupakan bukti keselarasan komitmen keberlanjutan kami yang sangat penting bagi PT Vale,”  kata Direktur Utama PT Vale Indonesia, Febriany Eddy dalam siaran pers pada Kamis (28/4).

 Dia mengatakan, proyek ini akan mengadopsi dan menerapkan proses, teknologi, dan konfigurasi smelter Huayou yang telah teruji untuk memproses bijih limonit dan bijih saprolit kadar rendah. Smelter itu akan menghasilkan Produk Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dengan potensi kapasitas produksi hingga mencapai 120.000 metrik ton nikel per tahun.

Dengan adanya kesepakatan ini, Febry mengatakan, beberapa konstruksi yang telah dilakukan PT Vale akan tetap berjalan bahkan dipercepat dalam periode tiga tahun. “Ini merupakan tonggak penting yang mencerminkan komitmen jangka panjang kami untuk mengembangkan sumber daya nikel Indonesia yang berkelas dunia,” kata Deshnee Naidoo.

Sebelumnya diberitakan, Sumitomo Metal Mining Co., Ltd. (SMM) memutuskan untuk mundur dari kemitraannya dengan PT Vale Indonesia pada proyek peleburan dan pemurnian (smelter) nikel di Pomalaa, Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara.

 “SMM telah memutuskan untuk menghentikan studi kelayakan (feasibility study) yang telah berjalan pada proyek konstruksi smelter nikel di Pomala,” tulis pernyataan perusahaan asal Jepang tersebut melalui keterangan tertulis, dikutip Kamis (28/4).

Kemitraan antara Sumitomo dan Vale dalam studi kelayakan proyek smelter Pomalaa telah berjalan sejak 2012. Studi kelayakan definitif untuk proyek ini telah dilakukan sejak 2018.

Namun karena penyebaran Covid-19, prosedur untuk mendapatkan izin dan diskusi dengan Vale tertunda. Dalam keadaan seperti ini Vale telah mulai mencari alternatif untuk mempromosikan proyek Pomala dengan Sumitomo.

“Sumitomo tidak dapat melanjutkan negosiasi dengan Vale karena sulit untuk mempertahankan tim studi prouek internal dan eksternal tanpa prospek kemajuan di masa depan. Sumitomo telah menyimpulkan bahwa kami tidak punya pilihan selain menghentikan studi,” tulis pernyataan Sumitomo.

Pemerintah menargetkan pembangunan smelter di subsektor mineral dan batu bara mencapai 53 unit hingga 2024. Nilai investasi untuk pembangunan smelter tersebut diperkirakan mencapai US$ 21,60 miliar atau setara Rp 308.7 triliun (kurs Rp 14.295/US$).

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu