Harga minyak mentah diprediksi akan tetap berada di atas US$ 100 per barel hingga akhir tahun ini. Direktur Eksekutif Energy Watch, Mamit Setiawan, menilai turunnya harga minyak mentah hanya dapat terjadi jika negara anggota OPEC dan sekutunya atau OPEC+ meningkatkan produksi minyak di angka 1 juta barel per hari (bph).
"Biang keladinya (harga minyak tinggi) ya OPEC itu, kalau mereka mau nambah produksi jadi 1 juta barel saja per hari ini sangat membantu menekan harga," kata Mamit kepada Katadata.co.id, Rabu (8/6).
Ia menambahkan, di tengah harga minyak yang tinggi, sulit rasanya melihat potensi OPEC yang mau menaikkan jumlah produksinya. Kondisi ini diperberat dengan ada negara anggota yang terhambat dalam upaya meningkatkan produksi, termasuk Rusia, yang menghadapi sanksi Barat.
"Mereka sedang menikmati manisnya harga minyak dunia dan mereka tidak mau mengurangi manis-manis ini. Sampai akhir tahun harga minyak akan bertahan di US$ 110 bahkan US$ 120," sambung Mamit
Pada pekan lalu, OPEC+, memutuskan untuk meningkatkan produksi untuk Juli dan Agustus sebesar 648.000 barel per hari, atau 50% lebih banyak dari yang direncanakan sebelumnya. Melansir Bloomberg harga minyak mentah jenis Brent bertengger di level US$ 121 per barel. Sementara WTI berada di US$ 119,96 per barel.
Faktor tingginya harga minyak dunia juga disebabkan oleh pelonggaran penguncian wilayah (lockdown) di Cina meningkatkan aktivitas komersial yang secara otomatis akan meningkatkan kebutuhan energi dan bahan bakar minyak.
Mamit menilai, walau Pemerintah Amerika Serikat berencana melepas cadangan minyak sebanyak 1 juta barel per hari dalam enam bulan ke depan, hal tersebut tak akan berpengaruh pada penurunan harga minyak global. "Tapi itu pun tidak banyak membantu karena konsumsi di Amerika juga naik," ujar Mamit.
Sebelumnya diberitakan, kenaikan harga minyak mentah dunia juga didorong oleh langkah pengekspor minyak utama Arab Saudi Aramco yang menaikkan harga jual resmi (OSP) bulan Juli ke pasar Asia sebesar US$ 2,10 dari Juni menjadi premi US$ 6,50 di atas harga Oman/Dubai.
Hal tersebut mereka lakukan karena kekhawatiran gangguan pasokan minyak mentah Rusia setelah negara-negara anggota Uni Eropa sepakat untuk menghentikan impor minyak dan produk olahan minyak dari Rusia sebagai sanksi atas kondisi di Ukraina.