Stok dan Produksi BBM AS Melonjak, Harga Minyak Turun 3% ke US$ 116

KATADATA
Ilustrasi kilang minyak.
Penulis: Happy Fajrian
30/6/2022, 07.58 WIB

Harga minyak merosot cukup dalam seiring data stok dan produksi bahan bakar minyak (BBM) Amerika Serikat yang kuat. Di samping itu, kekhawatiran perlambatan ekonomi melampaui kekhawatiran tentang ketatnya pasokan dunia saat ini.

Harga minyak acuan global, Brent, pagi ini, Kamis (30/6), turun ke US$ 116,01 per barel. Padahal kemarin sempat menyentuh US$ 120,33 per barel. Sementara West Texas Intermediate (WTI) berada di level US$ 109,62 setelah sebelumnya sempat di level US$ 114,05.

Energy Information Administration (EIA) Amerika mengatakan bahwa persediaan minyak mentah turun pekan lalu meski produksi mencapai level tertinggi sejak April 2020. Stok bahan bakar naik didorong peningkatan aktivitas kilang hingga ke level 95% dari kapasitas penuh.

“Laporan EIA meredam pasar. Kenaikan persediaan bensin dan produk sulingan lain sedikit mengurangi tekanan dan kenaikan produksi AS juga menjadi faktor penurunan harga,” kata analis Again Capital LLC di New York, John Kilduff, seperti dikutip Reuters, Kamis (30/6).

Peningkatan persediaan tersebut menyebabkan harga berjangka bensin dan produk sulingan Amerika turun masing-masing sekitar 3% dan 4%. Pedagang mengatakan minyak berjangka mengikuti harga bahan bakar yang lebih rendah.

Penguatan nilai tukar dolar Amerika juga turut menekan harga minyak. Dolar yang lebih kuat terhadap sekeranjang mata uang lainnya di dunia membuat minyak lebih mahal bagi pembeli lain yang tidak menggunakan dolar.

Harga Brent dan WTI naik sekitar 7% selama tiga sesi sebelumnya di tengah kekhawatiran tentang ketatnya pasokan karena sebagian sanksi Barat terhadap Rusia.

“Mengingat bahwa hampir 1/5 dari kapasitas produksi minyak global saat ini berada di bawah beberapa bentuk sanksi (Iran, Venezuela, Rusia), kami percaya tidak ada cara praktis untuk menjaga minyak ini keluar dari pasar yang sudah sangat ketat,” tulis laporan JP Morgan.

Tetapi investor juga khawatir bahwa ekonomi yang melambat dapat mengurangi permintaan energi karena bank sentral menaikkan suku bunga untuk memerangi inflasi.

“Federal Reserve AS bertekad tidak akan membiarkan ekonomi tergelincir ke rezim inflasi yang lebih tinggi bahkan jika itu berarti menaikkan suku bunga ke tingkat yang menempatkan pertumbuhan dalam risiko,” kata Ketua Fed Jerome Powell.

“Ketidakpastian di pasar minyak dan gas global dapat bertahan untuk beberapa waktu mendatang karena kapasitas cadangan sangat rendah sementara permintaan masih pulih,” kata Chief Executive Officer Shell PLC (SHEL.L) Ben van Beurden.

OPEC dan sekutunya seperti Rusia yang membentuk kelompok OPEC+, memulai serangkaian pertemuan dua hari pada hari Rabu (29/6). Seorang sumber mengatakan kemungkinan tidak akan ada perubahan kebijakan besar pada produksi bulan ini.

Analis khawatir bahwa Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mungkin tidak memiliki kapasitas cadangan yang cukup untuk menebus pasokan Rusia yang hilang. Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa ia diberitahu bahwa produsen ini akan berjuang untuk meningkatkan produksi lebih lanjut.

Namun, menteri energi UEA mengatakan negara itu, yang memproduksi sekitar 3 juta barel per hari (bph), dan memiliki beberapa kapasitas cadangan di atas kuota OPEC sebesar 3,17 juta bph.

Analis juga memperingatkan bahwa kerusuhan politik di Ekuador dan Libya dapat memperketat pasokan lebih lanjut.