Harga minyak terus turun seiring kekhawatiran resesi dan inflasi tinggi yang membayangi pelaku pasar. Meskipun OPEC dan sekutunya Rusia, atau OPEC+ sepakat untuk meningkatkan produksi bulanannya menjadi 648.000 barel per hari (bph) dari sebelumnya 432.000 bph.
Minyak Brent Jumat (1/7) pagi ini diperdagangkan di harga US$ 114,81. Padahal harga minyak acuan global ini sempat menyentuh US$ 120,33 per barel pada perdagangan Rabu (29/6). Sedangkan West Texas Intermediate berada di level US$ 106,25 setelah sempat menyentuh US$ 113,74.
Kemarin kelompok produsen OPEC+ setuju untuk tetap pada strategi produksinya setelah dua hari pertemuan. Namun, klub produser menghindari membahas kebijakan mulai September dan seterusnya.
Sebelumnya, OPEC+ memutuskan untuk meningkatkan produksi setiap bulan sebesar 648.000 barel per hari (bph) pada Juli dan Agustus, naik dari rencana sebelumnya untuk menambah 432.000 bph per bulan.
Sementara itu Presiden AS Joe Biden mengatakan bahwa dia tidak akan secara langsung menekan Arab Saudi untuk meningkatkan produksi minyak untuk menahan lonjakan harga minyak mentah ketika bertemu raja dan putra mahkota Saudi selama kunjungan bulan depan.
Di tempat lain, 74 pekerja minyak lepas pantai Norwegia di platform Equinor's Gudrun, Oseberg South dan Oseberg East akan mogok mulai 5 Juli, serikat pekerja Lederne mengatakan pada hari Kamis, kemungkinan menutup sekitar 4% dari produksi minyak Norwegia.
Turunnya harga minyak juga dipengaruhi keputusan bank sentral di seluruh dunia untuk menaikkan suku bunga untuk menghadapi inflasi yang terus meningkat. Namun, kebijakan ini berpotensi menyebabkan resesi. Jika terjadi, maka akan mempengaruhi permintaan minyak dan pada akhirnya menekan harga.
Meski begitu, potensi kenaikan harga minyak mentah tetap besar karena menjadi jelas bahwa kapasitas cadangan dunia mungkin tidak sebesar yang diyakini sebelumnya. Minggu ini, minyak naik tiga hari karena Arab Saudi dan UEA sudah mendekati kapasitas produksi maksimalnya.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengakatakan kepada dan Presiden AS Joe Biden bahwa dalam obrolannya dengan penguasa Uni Emirat Arab, dia diberi tahu bahwa kapasitas produksi UEA mendekati maksimum dan Saudi hanya dapat menambahkan sekitar 150.000 bph.
Menteri Perminyakan UEA Suhail al Mazrouei kemudian berusaha mengklarifikasi bahwa Sheikh Mohammed bin Zayed al-Nahyan mengacu pada maksimum untuk tingkat produksi dasar UEA, tetapi berita tersebut mengkhawatirkan pasar karena Arab Saudi diyakini memiliki kapasitas cadangan sekitar 2 juta bph.
Sementara itu, anggota OPEC lainnya masih berjuang untuk mencapai kuota produksi yang ditentukan sendiri, dengan pemadaman di Libya dan Ekuador memperketat pasokan dari kartel lebih lanjut baru-baru ini.