Krisis Energi Eropa Kerek Harga Batu Bara Acuan Tertinggi Tahun Ini

ANTARA FOTO/Makna Zaezar/foc.
Sebuah kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Barito Kuala, Kalimantan Selatan, Senin (20/6/2022).
4/10/2022, 14.47 WIB

Harga Batu Bara Acuan atau HBA pada Oktober 2022 naik menjadi US$ 330,97 per ton. Angka ini melonjak US$ 11,75 per ton dari harga September yaitu US$ 319,22 per ton. Meningkatnya harga HBA dipengaruhi oleh naiknya permintaan batu bara dari sejumlah negara Eropa yang kembali mengoperasikan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara.

Selain itu, kenaikan HBA bulan Oktober juga dipengaruhi oleh naiknya rata-rata indeks bulanan penyusunan HBA, yaitu Indonesia Coal Index (ICI) naik 3,63%, Platt's naik 4,41%, Global Coal Newcastle Index (GNCC) naik 3,98%, dan Newcastle Export Index (NEX) naik 3,08%. HBA digunakan sebagai rujukan langsung dalam jual beli komoditas batu bara (spot) selama satu bulan pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Veseel).

"Selain naiknya rata-rata indeks, negara - negara Eropa seperti Jerman, Belanda dan Belgia telah menghidupkan kembali pembangkit batu bara sebagai dampak dari pemangkasan gas oleh Rusia", kata Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agung Pribadi dalam siaran pers, Selasa (4/10).

Faktor lain yang memengaruhi kenaikan HBA adalah adanya kendala pasokan gas alam di Eropa. "Adanya kebocoran jaringan gas yang terjadi di Laut Baltik sehingga harga gas melonjak," ujar Agung.

Pergerakan HBA Oktober ini merupakan yang tertingi sejak awal 2022. Pada Juni, HBA terkerek hingga US$ 323,91 per ton akibat faktor kondisi geopolitik Eropa imbas konflik Rusia - Ukraina dan krisis listrik di India akibat gelombang hawa panas. Setelah itu BA cenderung fluktuatif mengalami kenaikan dan penurunan. HBA Agustus ada di angka US$ 321,59 per ton dan September lalu sebesar US$ 319,22 per ton.

Lebih lanjut, terdapat dua faktor turunan yang memengaruhi pergerakan HBA yaitu, supply dan demand. Pada faktor turunan supply dipengaruhi oleh cuaca, teknis tambang, kebijakan negara supplier, hingga teknis di supply chain seperti kereta, tongkang, maupun loading terminal. Sementara untuk faktor turunan demand dipengaruhi oleh kebutuhan listrik yang turun berkorelasi dengan kondisi industri, kebijakan impor, dan kompetisi dengan komoditas energi lain, seperti gas alam cair atau LNG, nuklir, dan hidro.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu