SKK Migas Ramal Harga Minyak 2023 Tetap Tinggi, Tembus US$ 110/barel

Katadata / Trion Julianto
SKK Migas dan PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) melakukan peninjauan pompa angguk di lokasi Sumur Bor Lapangan Duri, Riau (30/12/2022).
19/1/2023, 12.20 WIB

SKK Migas memproyeksikan harga minyak mentah dunia akan tetap tinggi sepanjang tahun 2023. Dalam hitung-hitungan SKK Migas, harga minyak diprediksi bakal terus bergerak di rentang harga minimun US$ 70 per barel hingga lebih dari US$ 110 per barel.

Kepala SKK Migas, Dwi Soejipto, menyampaikan ada tiga prediksi skenario harga minyak dunia. Harga minyak tinggi dalam ketiga skenario itu. Fluktuasi harga minyak disebut sangat bergantung pada faktor geopolitik Rusia-Ukraina, pertumbuhan ekonomi Cina dan siasat OPEC+ dalam mengatur laju produksi minyak.

Prediksi harga minyak yang pertama berangkat dari perkiraan pasokan minyak yang turun akibat hilangnya ekspor minyak Rusia di saat permintaan minyak dunia meningkat tajam. Pada kondisi tersebut, harga minyak diproyeksikan naik hingga di atas US$ 110 per barel.

"Jadi ada yang memperkirakan di atas US$ 110 per barel. Dimana kalau ekspor minyak Rusia off maka harga akan meningkat," kata Dwi saat konferensi pers di Kantor SKK Migas Jakarta pada Rabu (18/1).

Prediksi harga minyak yang lebih moderat berada di antara harga US$ 80 hingga US$ 100 per barel atau disebut skenario base case. Hitung-hitungan ini berangkat dari kondisi permintaan minyak yang berada di bawah suplai.

Selain itu, prasyarat harga minyak di atas juga musti ditopang oleh situasi eksternal lainnya seperti langkah OPEC+ yang secara aktif mengelola pasokan untuk mendukung harga pasar sekaligus mengimbangi adanya pertumbuhan ekonomi Cina serta keadaan penurunan ekspor minyak dari Rusia.

"Kami masih punya keyakinan bahwa harga minyak 2023 relatif tinggi. Kami pegang di skenario base case untuk perencanaan 2023 ini," ujar Dwi.

Skenario yang terakhir menampilkan harga minyak ada di level US$ 70 hingga US$ 80 per barel. Dalam paparannya, Dwi menjelaskan kondisi ini bisa terjadi karena adanya pelemahan ekonomi global yang timbul sehingga menyebabkan permintaan yang lemah di saat pasokan minyak terus tumbuh.

"Harus selalu hati-hati apabila ekonomi melemah karena dengan ancaman resesi dan krisis dunia, bisa saja harga minyak dunia akan turun sekitar US$ 70-80," kata Dwi.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu