Menjelang berlakunya kebijakan larangan ekspor bauksit pada pertengahan tahun ini, banyak rencana kerja dan anggaran belanja (RKAB) perusahaan tambang yang belum disetujui oleh Kementerian ESDM hingga akhir Januari 2023.
Hal itu merujuk pada temuan kementerian yang menilai masih ada sejumlah perusahaan yang belum menuntaskan persyarakat lingkungan, ketentuan teknis hingga aspek finansial yang belum sejalan dengan kemampuan produksi perusahaan.
Plh Direktur Jenderal Mineral dan Batu bara Kementerian ESDM, Muhammad Idris Froyoto Sihite, mengatakan pengesahan RKAB dilakukan secara ketat melalui tahapan penilai beberapa aspek seperti kompetensi perusahaan, pemenuhan kewajiban lingkungan, teknis hingga besaran modal tiap-tiap pelaku usaha.
Selain itu, target produksi bauksit perusahaan akan dikoreksi dengan menyesuaikan kebijakan larangan ekspor pada Juni 2023 sehingga tidak terjadi kelebihan pasokan.
"RKAB bauskit saya pikir bukan tidak disetujui ya, tapi semua aspek harus mendukung sehingga nanti akan disesuaikan dengan target produksi mereka," kata Idris saat ditemui usai agenda Capaian Kinerja Sektor ESDM Tahun 2022 dan Target Tahun 2023 di Kantor Kementerian ESDM pada Senin (30/1).
Selain faktor internal perusahaan, penentuan persetujuan RKAB tahun ini juga akan disesuaikan dengan kebijakan penyetopan ekspor bauksit yang bakal berjalan pada pertengahan tahun ini. "RKAB disesuaikan pasti salah satunya itu, hilirisasi. Tapi beberapa perusahaan sudah berjalan," ujar Idris.
Kementerian ESDM mencatat total kapasitas input bauksit sepanjang 2022 sejumlah 13,88 juta ton yang menghasilkan output alumina 4,3 juta ton dari empat smelter eksisting.
Empat smelter itu dibangun oleh PT Indonesia Chemical Alumina, PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW), dan satu unit smelter ekspansi WHW. Selain itu, produksi bauksit juga domestik juga dimurnikan oleh smelter kepunyaan PT Bintan Alumina Indonesia.
"Harus diingat, komoditas bauksit dan tembaga tidak semasif nikel, batu bara dan timah. Jadi memang angkanya itu terbatas," kata Idris.
Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I) melaporkan bahwa mayoritas RKAB perusahaan tambang bauksit masih belum disetujui oleh Kementerian ESDM seiring adanya kebijakan larangan ekspor yang dijadwalkan pada Juni 2023.
Pelaksana Harian Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Bauksit dan Bijih Besi Indonesia (APB3I), Ronald Sulistyanto, mengatakan jumlah produksi bauksit tahun ini harus disesuaikan dengan volume kapasitas pabrik pengolahan atau smelter eksisting.
"RKAB baru sedikit yang disetujui, belum banyak yang keluar karena disesuaikan dengan produksi yang akan diserap pada bulan Juni 2023. Di bulan Juni itu hanya diperlukan 13 juta ton," kata Ronald kepada Katadata.co.id pada Kamis (26/1).
Ronald menyampaikan, kapasitas smelter bauksit domestik saat ini hanya mampu mengolah input sejumlah 13 juta ton per tahun, jauh di bawah kapasitas produksi rata-rata tahunan sekira 45 juta ton dari 30 perusahaan. "Sehingga nanti persaingan bebas, yang kuat bisa masukin bauksitnya ke smelter," ujar Ronald.
Kabar serupa juga disampaikan oleh Ketua Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli. Dia menyebut beberapa perusahaan tambang bauksit belum menerima persetujan RKAB dari Kementerian ESDM sehingga menimbulkan ancaman penundaan produksi pada awal tahun ini.
Menurut Rizal, hal ini terjadi lantaran ada perubahan wewenang persetujuan RKAB dari semula yang diteken oleh Menteri ESDM beralih kepada Direktorat Jenderal Mineral dan Batu Bara (Dirjen Minerba).
"Seharusnya RKAB sudah keluar di akhir Desember. Kalau tidak para pengusaha tidak bisa produksi di Januari," kata Rizal saat dihubungi lewat sambungan telepon pada Selasa (10/1).